Profile FB:Bramantyo P |
Kejadian berawal pada sebuah perbincangan di akun Facebook milik Bramantyo Prijosusilo beberapa waktu lalu. Diskusi itu sampai melibatkan sejumlah pelaku sastra Indonesia.
Perbincangan yang mengarah kepada tuduhan penjiplakan (plagiat) mengenai hak cipta Puisi berjudul "Kerendahan Hati" yang kadong diakui pembacanya sebagai karya Taufiq Ismail, namun yang bersangkutan menyangkal bahwa puisi ini karyanya. Tapi anehnya puisi ini sudah beredar sejak lama dan sudah banyak tercetak dalam buku dan tersebar di berbagai blog dan tertulis sebagai karya Taufiq Ismail dengan huruf "k". Bramantyo Prijosusilo adalah kali pertama yang mempermasalahkan ini dalam diskusi di wall FBnya hingga akhirnya menjadi berdebatan panjang dengan kesimpulan apakah pak Taufiq Ismail melakukan Plagiat dari karya puisi aslinya?.
Berikut kutipan dari bahasan dalam diskusi di Wall pak Bram yang kemudian di rangkum sebagai berikut.
Fadli Zon, keponakan Taufiq Ismail membantah bahwa pamannya Taufiq Ismail melakukan tindakan plagiarisme atas puisi karya Douglas Malloch. Sebelumnya ramai diperdebatkan kalangan sastrawan dan budayawan khususnya... di media sosial bahwa puisi Kerendahan Hati "karya" Taufiq Ismail adalah plagiarisme dari puisi Be the Best of Whatever You Are karya Douglas Malloch .
Di facebook pegiat sastra, kebudayaan, dan teater Bramantyo Priyosusilo yang pernah aktif di Bengkel Teater Rendra 1983-18987 terjadi diskusi antara Bramantyo, pelukis Hardi, dan Fadli Zon, juga diselingi beberapa pendapat facebookers. Fadli Zon segera menyahut perbincangan yang mengerucut pada tuduhan tindakan plagiarisme Taufiq Ismail, "Mas Hardi dkk. Saya perlu sedikit komentar. Saya kebetulan Ketua Panitia 55 Tahun Taufiq Ismail berkarya tahun 2008. Kami terbitkan 4 buku besar karya-karya Taufiq Ismail (TI) "Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit"
Fadli Zon menjelaskan lebih jauh, buku pertama adalah buku puisi setebal 1076 halaman. Itu semua adalah kumpulan puisi TI dari tahun 1953-2008. Setelah saya periksa tak ada puisi "Kerendahan Hati." Setahu saya TI memang menerjemahkan juga puisi 160 penyair Amerika yang dikumpulkan dalam "Rerumputan Dedaunan" yang belum diterbitkan. Paling banyak puisi Walt Whitman. Tapi puisi Malloch tak pernah diklaim puisi TI. Jika ada referensi mohon bisa ditunjukkan di buku mana TI mengaku puisi itu adalah miliknya. Puisi Malloch itu paling sering dikutip oleh Martin Luther King (MLK) dalam pidato2nya. Malah orang menyebutnya puisi itu karya MLK.
Kemudian, "Bung Bramantyo. Barusan saya telpon TI, menyampaikan masalah ini. Jawabannya, ia tak pernah mengklaim puisi "Kerendahan Hati." Ia juga sedang cari di file, sementara belum ada. Di kumpulan karya terjemahan "Rerumputan Dedaunan" juga tak ada puisi tersebut. Jadi TI belum tahu puisinya yang mana. Ia mengatakan rasanya pernah membahas puisi itu atau menerjemahkan puisi itu dalam kegiatan SBSB atau MMAS di sekolah2. Kalau itu puisi terbaiknya, tentu ada di buku yang saya terbitkan. Di internet, tak ada data yang jelas. Bahkan penulisan namanya pun salah Taufik bukan Taufiq. Mungkin ada info atau sumber yang lebih tajam, yang menyatakan bahwa TI memang menulis puisi itu? Kalau tidak ada, polemik ini menjadi pepesan kosong," tegas Fadli Zon.
Lanjut Fadli Zon, Bung Bramantyo, saya sudah search di dunia maya dan belum ketemu sumber yang sahih soal klaim puisi Taufiq Ismail itu. Kelihatannya ada orang yang mem-posting puisi dan menulisnya karya Taufik Ismail. Kemudian dikutip di sana sini. Biasalah salah paham. Puisi "Tuhan" yang dinyanyikan Bimbo juga sering orang tulis karya TI, tapi beberapa kali TI mengoreksi bahwa itu karya Sam Bimbo. Kecuali ada sumber lain yang solid dan jelas, baru kita bisa lanjutkan diskusi ini."Mungkin ada artikel, atau buku yang pernah menuliskan ini? Saya sudah susuri semua buku puisi TI, tak ada puisi ini. Juga tak ada di majalah-majalah atau koran yang memuat puisi," terang Fadli Zon lagi.
Kata Fadli dia mencoba menelusuri, juga di kumpulan karya terjemahan "Rerumputan Dedaunan" ternyata tak ada Douglas Malloch. Tadinya saya menduga, karya Malloch ini diambil dari bagian karya terjemahan. Ternyata tak ada juga. "Jadi bagaimana dong, kalau sumbernya saja tidak jelas?"
Mengapa Fadli Zon sangat serius melakukan pembelaan ini? "Karena tuduhan plagiat adalah tuduhan serius dan bisa menjadi kematian perdata bagi penulis. Oleh karena itu harus dibuktikan dimana plagiatnya. Dan ini tak ada hubungannya dengan sastra progresif. Mari kita fokus pada tuduhan yang serius itu. Benarkah TI melakukan plagiat?"
Kemudian Fadli Zon bercerita, saya pernah membongkar kasus plagiat yang dilakukan seorang intelektual UI tahun 1997 sehingga batal menjadi profesor selama 10 tahun lebih. Dulu ramai polemik di koran. Sampai ada pengadilan akademik dipimpin oleh rektor UI. Dan terbukti a...danya plagiat itu. Nah apakah kawan2 yang menuduh plagiat ini berani meneruskan ke ranah publik yang lebih luas. Jika memang punya bukti kuat, kenapa tak diluncurkan saja? Sampai saat ini saya yakin 100% dalam hal berkarya, TI jujur. Soal sikap kesenian dan kebudayaan, tentu bisa berbeda2. Zamannya kan juga berbeda.
Karena itu kata Fadli Zon, saya saja sebagai Ketua Panitia 55 Tahun TI berkarya tidak pernah tahu karya TI itu. Tidak pernah dengar juga TI membacakannya. Padahal hampir di setiap pembacaan puisi TI saya selalu hadir. Demikian pula tak ada di buku kumpulan puisinya yang 1076 halaman itu. Untuk konfirmasi lengkapnya besok Kamis saya kirimkan print out thread diskusi ini kepada TI. Kalau ada yang perlu akses buku puisi TI saya lengkap. Saya punya perpustakaan yang kini bukunya sudah hampir 50.000 buah. Saya kumpulkan karya2 sastra Indonesia dari abad 19, masih aslinya termasuk cetakan pertama Balai Pustaka sejak 1917 dan Pujangga Baru. Saya punya lengkap Panji Pustaka aslinya juga. Jadi kalau hanya puisi TI dari tahun 1950-an sampai sekarang, mudah sekalilah mencarinya. Saya juga punya majalah lama Siasat, Sastra, Mimbar Indonesia, Horison dari no. 1 hingga kini dll. Lumayan lengkap.
Akhirnya, Fadli Zon menutup diskusi, "Tadi Pak TI datang ke perpustakaan saya, dan mengkonfirmasi langsung bahwa puisi itu bukan karya TI. Jadi sudah cukup jelas."
Kemudian, Bramantyo juga menuliskan di wall facebooknya, "Taufiq Ismail bilang kepada Fadli Zon bahwa puisi "Kerendahan Hati" terjemahan karya Douglas Malloch bukan kerjaan dia. Saya minta maaf telah menjerumuskan Soe Tjen Marching, Chandrasa Sedyaleksana, Antonius Made Tony Supriatma, Odji Lirungan, Kris Budiman dan kawan-kawan soal ini."
Secara tegas Bramantyo mengatakan, "TI (Taufiq Ismail) dalam hal ini, bukan plagiator."
sumber : facebook.com/bramantyo.prijosusilo
Perbincangan yang mengarah kepada tuduhan penjiplakan (plagiat) mengenai hak cipta Puisi berjudul "Kerendahan Hati" yang kadong diakui pembacanya sebagai karya Taufiq Ismail, namun yang bersangkutan menyangkal bahwa puisi ini karyanya. Tapi anehnya puisi ini sudah beredar sejak lama dan sudah banyak tercetak dalam buku dan tersebar di berbagai blog dan tertulis sebagai karya Taufiq Ismail dengan huruf "k". Bramantyo Prijosusilo adalah kali pertama yang mempermasalahkan ini dalam diskusi di wall FBnya hingga akhirnya menjadi berdebatan panjang dengan kesimpulan apakah pak Taufiq Ismail melakukan Plagiat dari karya puisi aslinya?.
Berikut kutipan dari bahasan dalam diskusi di Wall pak Bram yang kemudian di rangkum sebagai berikut.
Fadli Zon, keponakan Taufiq Ismail membantah bahwa pamannya Taufiq Ismail melakukan tindakan plagiarisme atas puisi karya Douglas Malloch. Sebelumnya ramai diperdebatkan kalangan sastrawan dan budayawan khususnya... di media sosial bahwa puisi Kerendahan Hati "karya" Taufiq Ismail adalah plagiarisme dari puisi Be the Best of Whatever You Are karya Douglas Malloch .
Di facebook pegiat sastra, kebudayaan, dan teater Bramantyo Priyosusilo yang pernah aktif di Bengkel Teater Rendra 1983-18987 terjadi diskusi antara Bramantyo, pelukis Hardi, dan Fadli Zon, juga diselingi beberapa pendapat facebookers. Fadli Zon segera menyahut perbincangan yang mengerucut pada tuduhan tindakan plagiarisme Taufiq Ismail, "Mas Hardi dkk. Saya perlu sedikit komentar. Saya kebetulan Ketua Panitia 55 Tahun Taufiq Ismail berkarya tahun 2008. Kami terbitkan 4 buku besar karya-karya Taufiq Ismail (TI) "Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit"
Fadli Zon menjelaskan lebih jauh, buku pertama adalah buku puisi setebal 1076 halaman. Itu semua adalah kumpulan puisi TI dari tahun 1953-2008. Setelah saya periksa tak ada puisi "Kerendahan Hati." Setahu saya TI memang menerjemahkan juga puisi 160 penyair Amerika yang dikumpulkan dalam "Rerumputan Dedaunan" yang belum diterbitkan. Paling banyak puisi Walt Whitman. Tapi puisi Malloch tak pernah diklaim puisi TI. Jika ada referensi mohon bisa ditunjukkan di buku mana TI mengaku puisi itu adalah miliknya. Puisi Malloch itu paling sering dikutip oleh Martin Luther King (MLK) dalam pidato2nya. Malah orang menyebutnya puisi itu karya MLK.
Kemudian, "Bung Bramantyo. Barusan saya telpon TI, menyampaikan masalah ini. Jawabannya, ia tak pernah mengklaim puisi "Kerendahan Hati." Ia juga sedang cari di file, sementara belum ada. Di kumpulan karya terjemahan "Rerumputan Dedaunan" juga tak ada puisi tersebut. Jadi TI belum tahu puisinya yang mana. Ia mengatakan rasanya pernah membahas puisi itu atau menerjemahkan puisi itu dalam kegiatan SBSB atau MMAS di sekolah2. Kalau itu puisi terbaiknya, tentu ada di buku yang saya terbitkan. Di internet, tak ada data yang jelas. Bahkan penulisan namanya pun salah Taufik bukan Taufiq. Mungkin ada info atau sumber yang lebih tajam, yang menyatakan bahwa TI memang menulis puisi itu? Kalau tidak ada, polemik ini menjadi pepesan kosong," tegas Fadli Zon.
Lanjut Fadli Zon, Bung Bramantyo, saya sudah search di dunia maya dan belum ketemu sumber yang sahih soal klaim puisi Taufiq Ismail itu. Kelihatannya ada orang yang mem-posting puisi dan menulisnya karya Taufik Ismail. Kemudian dikutip di sana sini. Biasalah salah paham. Puisi "Tuhan" yang dinyanyikan Bimbo juga sering orang tulis karya TI, tapi beberapa kali TI mengoreksi bahwa itu karya Sam Bimbo. Kecuali ada sumber lain yang solid dan jelas, baru kita bisa lanjutkan diskusi ini."Mungkin ada artikel, atau buku yang pernah menuliskan ini? Saya sudah susuri semua buku puisi TI, tak ada puisi ini. Juga tak ada di majalah-majalah atau koran yang memuat puisi," terang Fadli Zon lagi.
Kata Fadli dia mencoba menelusuri, juga di kumpulan karya terjemahan "Rerumputan Dedaunan" ternyata tak ada Douglas Malloch. Tadinya saya menduga, karya Malloch ini diambil dari bagian karya terjemahan. Ternyata tak ada juga. "Jadi bagaimana dong, kalau sumbernya saja tidak jelas?"
Mengapa Fadli Zon sangat serius melakukan pembelaan ini? "Karena tuduhan plagiat adalah tuduhan serius dan bisa menjadi kematian perdata bagi penulis. Oleh karena itu harus dibuktikan dimana plagiatnya. Dan ini tak ada hubungannya dengan sastra progresif. Mari kita fokus pada tuduhan yang serius itu. Benarkah TI melakukan plagiat?"
Kemudian Fadli Zon bercerita, saya pernah membongkar kasus plagiat yang dilakukan seorang intelektual UI tahun 1997 sehingga batal menjadi profesor selama 10 tahun lebih. Dulu ramai polemik di koran. Sampai ada pengadilan akademik dipimpin oleh rektor UI. Dan terbukti a...danya plagiat itu. Nah apakah kawan2 yang menuduh plagiat ini berani meneruskan ke ranah publik yang lebih luas. Jika memang punya bukti kuat, kenapa tak diluncurkan saja? Sampai saat ini saya yakin 100% dalam hal berkarya, TI jujur. Soal sikap kesenian dan kebudayaan, tentu bisa berbeda2. Zamannya kan juga berbeda.
Karena itu kata Fadli Zon, saya saja sebagai Ketua Panitia 55 Tahun TI berkarya tidak pernah tahu karya TI itu. Tidak pernah dengar juga TI membacakannya. Padahal hampir di setiap pembacaan puisi TI saya selalu hadir. Demikian pula tak ada di buku kumpulan puisinya yang 1076 halaman itu. Untuk konfirmasi lengkapnya besok Kamis saya kirimkan print out thread diskusi ini kepada TI. Kalau ada yang perlu akses buku puisi TI saya lengkap. Saya punya perpustakaan yang kini bukunya sudah hampir 50.000 buah. Saya kumpulkan karya2 sastra Indonesia dari abad 19, masih aslinya termasuk cetakan pertama Balai Pustaka sejak 1917 dan Pujangga Baru. Saya punya lengkap Panji Pustaka aslinya juga. Jadi kalau hanya puisi TI dari tahun 1950-an sampai sekarang, mudah sekalilah mencarinya. Saya juga punya majalah lama Siasat, Sastra, Mimbar Indonesia, Horison dari no. 1 hingga kini dll. Lumayan lengkap.
Akhirnya, Fadli Zon menutup diskusi, "Tadi Pak TI datang ke perpustakaan saya, dan mengkonfirmasi langsung bahwa puisi itu bukan karya TI. Jadi sudah cukup jelas."
Kemudian, Bramantyo juga menuliskan di wall facebooknya, "Taufiq Ismail bilang kepada Fadli Zon bahwa puisi "Kerendahan Hati" terjemahan karya Douglas Malloch bukan kerjaan dia. Saya minta maaf telah menjerumuskan Soe Tjen Marching, Chandrasa Sedyaleksana, Antonius Made Tony Supriatma, Odji Lirungan, Kris Budiman dan kawan-kawan soal ini."
Secara tegas Bramantyo mengatakan, "TI (Taufiq Ismail) dalam hal ini, bukan plagiator."
sumber : facebook.com/bramantyo.prijosusilo
Berikut kita simak puisi karya Douglas Malloch dan Taufik Ismail.
Be the Best of Whatever You AreBy Douglas Malloch
If you can’t be a pine on the top of the hill,
Be a scrub in the valley — but be
The best little scrub by the side of the rill;
Be a bush if you can’t be a tree.
If you can’t be a bush be a bit of the grass,
And some highway happier make;
If you can’t be a muskie then just be a bass —
But the liveliest bass in the lake!
We can’t all be captains, we’ve got to be crew,
There’s something for all of us here,
There’s big work to do, and there’s lesser to do,
And the task you must do is the near.
If you can’t be a highway then just be a trail,
If you can’t be the sun be a star;
It isn’t by size that you win or you fail —
Be the best of whatever you are!
Kerendahan HatiOleh Taufik Ismail
Kalau engkau tak mampu menjadi beringin yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik, yang tumbuh di tepi danau.
Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yangmemperkuat tanggul pinggiran jalan.
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air
Tidaklah semua menjadi kapten
tentu harus ada awak kapalnya….
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu….
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri
Tuduhan itu pun akhirnya, Pak Taufik Islamil menjawab :
http://www.detikhot.com/read/2011/04/02/143955/1607230/1059/ini-dia-jawaban-taufiq-ismail-soal-tuduhan-plagiat.
2 comments:
puisinya emang mirip sih....
yang bener nih, masa sih bener hasil plagiat...??
Meskipun begitu, saya tetap suka dengan karya-karya Taufik Ismail....
Mungkin itu hanya kekhilafan saja..
Post a Comment
Terima kasih Sobat Telah Berkenan Meluangkan Waktu Mengomentari dan Saya akan segera komen balik Anda. No. Porn No. Spam.