Membangun Masyarakat Madani Berbasis Kearifan Lokal

Kegundahan Emhusni Mubarok terhadap orang-orang yang dianggap "religius" itu orang-orang yang baik ternyata jauh panggang dari api. Ia mengatakan "...saya pernah merasakan hidup ditengah-tengah masyarakat yang mengaku “religious” tapi ternyata, setelah ditilik lebih dalam lagi sepertinya tidak.

Lindungi Anak dari Dunia Maya

Dunia maya yang tanpa batas menyimpan bahaya, utamanya buat anak-anak dan remaja. Untuk melindungi anak dari bahaya dunia maya, perlu keterbukaan komunikasi antara orang tua dan anak. Terdengar klise memang. Namun, sebenarnya itulah kuncinya.

Daftar Peserta Sertifikasi 2012

Informasi calon peserta setifikasi guru 2012 Kabupaten Bekasi yang berisi daftar guru lolos dan telah memenuhi persyaratan sebagai bakal calon peserta sertifikasi guru tahun 2012 sesuai database NUPTK per tanggal 30 september 2011 berjumlah 2.747 guru.

Peran IT dan Internet Bagi Pengembangan Pendidikan Anak

Internet memang bagaikan dua sisi mata uang dan pisau bermata dua. Ada sisi positif dan negatif. Kasus-kasus yang terjadi seperti, penghinaan, perselingkuhan, pencemaran nama baik, penipuan, pelecehan seksual, pornografi hingga penculikan dan bunuh diri,

Horeee..Aku LULUS

Untuk memilih perguruan tinggi yang ideal dan tepat atau yang sesuai dengan keinginan tidaklah sulit, walaupun begitu ternyata masih banyak diantara siswa/siswi SMA/SMK yang baru lulus mengalami kesulitan dalam menentukan perguruan tinggi pilihannya.

Friday, March 30, 2012

Dagelan Politik dalam Rapat Paripurna Kenaikan BBM

Sesungguhnya dagelan politik DPR jauh hari sebelumnya sudah dimulai. Terbukti setelah menghasilkan voting yang tidak Pro Rakyat. Bagi rakyat hasil ini merupakan catatan buruk  pemerintahan SBY menjelang akhir masa jabatannya yang jatuh pada 2014. Bagi rakyat berpenghasilan kecil merasa 'terusik' dg adanya rencana Pemerintah menaikkan harga BBM. Untuk suksesnya rencana ini SBY berupaya keras mencari dukungan penuh dari lima partai koalisi (Golkar, PAN, PKS, PPP, PKB) untuk memuluskan kebijakannya pada sidang Paripurna DPR. Dalam perjalanan mendekati hari H, Partai Golkar dan PKS membuat statemen yang membuat SBY dan PD gundah gulana. Apa lacur, PG dan PKS belum sepenuhnya menyetujui keputusan pemerintah. Jika Fraksi Golkar menyikapinya masih abu-abu, lain dengan PKS yang justru terang-terangan menolak, hingga detik-detik pelaksanaan Sidang Paripurna PKS tetap tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah.

PKS-lah satu-satu partai Koalisi (anggota Setgab) yang berani menentang kebijakan SBY. Langkah yang diambil PKS ini dianggap tindakan 'penghianaat' bagi partai koalisi disebut sbg 'duri dalam daging', bukannya mendukung justru 'membusukkan' dari dalam. Perseteruan inilah kemudian PD dalam posisi serba salah, hingga akhirnya memutuskan untuk menunda rapat Paripurna, yang sedianya dilaksanakan hari Kamis diundur menjadi hari Jum'at (30/3/2012).

Jeda waktu 24 jam ke depan inilah dimanfaatkan SBY untuk konsolidasi kembali dlm memutuskan satu kesepakatan semua partai koalisi untuk setuju menaikkan harga BBM 1 April 2012. Partai Golkar, PAN, PPP, PKB sudah 100% sepakat, sementara PKS? tetap, tidak bergeming : Menolak Kenaikan harga BBM. Dalam hal ini, PKS sungguh benar-benar keputusan yang Pro Rakyat...Muantaaap..!

Jum'at 30 Maret 2012 pagi rapat paripurna baru dimulai dengan pandangan2 masing fraksi. Sudah bisa ditebak, PKS melalui ketua fraksinya menyatakan menolak kenaikan BBM, membuat partai setgab kalang kabut. Kemudian disusul dengan pandangan2 fraksi lainnya. Akhirnya pemungutan voting dilakukan setelah sholat jum'at.

Sesi kedua yang sedianya materi pemungutan suara (voting) tertunda hingga hingga larut malam, karena alotnya rapat Fraksi2 partai koalisi untuk mencari titik temu dengan cara jalan tengah yaitu 'memainkan'  pasal 7 ayat 6 UU APBN  menjadi pasal 'BANCI' dengan menambahkan huruf A pada ayat 6 menjadi ayat 6A. Penambahan pasal 7 ayat 6A ini berisi  mengizinkan pemerintah untuk menaikan harga BBM dalam kondisi tertentu dilihat dari perkembangan pembelian harga minyak (ICP)  di pasaran internasional. Walau begitu, dalam hasil voting PKS tetap menolak Penaikan Harga BBM dengan memilih opsi pertama, yaitu tidak menyetujui adanya kenaikan harga BBM 1 April 2012 (Tidak merubah pasal 7 ayat 6 UU APBN 2011). Sementara PDIP, Hanura dan Gerindra tidak mau mengikuti voting dan memilih WalkOut yang berjumlah 93 orang.

Voting ini akhirnya menetapkan hasil berikut:- 356 anggota DPR menyetujui opsi kedua
- 82 anggota DPR menyetujui opsi pertama

Dengan hasil voting ini, rakyat dipertontonkan dagelan politik ala DPR secara live. Artinya keputusan hasil voting ini tetap akan ada kenaikan sewaktu-waktu pemerintah merasa perlu. Rakyat menggapnya bahwa keputusan yang membohoni rakyat. Dalam APBN-P 2012 sebelumnya disepakati asumsi ICP adalah US$ 105 per barel atau naik dari asumsi sebelumnya US$ 90 per barel, sehingga dengan kondisi harga ICP saat ini tidak memungkinkan dilakukan kenaikan harga BBM. Ini artinya harapan rakyat untuk tidak adanya kenaikan tidak digubris pemerintah. Keputusan ini hanya akal-akalan DPR saja agar terkesan pemerintah tidak menaikkan BBM pada 1 April 2012, padahal bunyi pasal 7 ayat 6A itu, akan memberi ruang bagi pemerintah jika suatu saat diperlukan untuk menaikkan harga BBM. Bahayanya hasil Rapat paripurna ini menjadi 'bom' waktu bagi rakyat jika Pemerintah nanti akan secara 'paksa' menaikkan harga BBM tanpa diambil lebih dahulu melalui keputusan DPR. Cape deh..!

Wednesday, March 28, 2012

Membangun Budaya Masyarakat Madani

Juru Jepret: Adang Iskandar@korikawati_2012
Judul di atas berawal dari sebuah diskusi yg dikirim oleh Sobat Emhusni Mubarok dalam 'statusnya'  di Group Milis facebook alumni Attaqwa. Emhusni (Alumni Attaqwa Bekasi-sekarang sedang mengenyam pendidikan S2 di Malaysia) ini merasa terdorong jiwanya untuk memimpikan sebuah komunitas (mungkin beliau mengharapkan miminal dlm lingkup komunitas group milis Attaqwa atau lebih luas dalam wajah masyarakat islam yang "religius") agar dapat mengaplikasikan sehari-sehari apa yang disebut dalam konsep "Masyarakat Madani" atau dalam istilah arabnya “Mujtama’ madani” yang diperkenalkan kali pertama oleh Naquib al-Attas, guru besar sejarah dan peradaban Islam yang juga filosof kontemporer dari Malaysia (“Masyarakat Madani…”).

Kegundahan Emhusni Mubarok terhadap orang-orang yang dianggap "religius" itu orang-orang yang baik ternyata jauh panggang dari api. Ia mengatakan "...saya pernah merasakan hidup ditengah-tengah masyarakat yang mengaku “religious” tapi ternyata, setelah ditilik lebih dalam lagi sepertinya tidak. Masyarakat yang diklaim orang sebagai “Liberal”, juga pernah saya mengalami hidup bersama dengannya. Setelah diamati, rupanya masih menunjukkan sisi baik yang menurut saya justeru tidak ditemukan pada masyarakat “religious” diatas".  Untuk lebih membuka dan menjawab kegundahan sohib kita di atas,  baiknya kita pahami dahulu konsep "Masyarakat/Komunitas Madani" atau lebih populer disebut Civil Society yang ditulis oleh Dadang Respati Puguh dalam artikelnya "Membangun Masyarakat Madani Berbasis Kearifan Lokal". Mudah2an artikel ini bisa menjawab 'kegundahan' saudara Emhusni Mubarok di atas.
Tokoh : Dimulai dari Kearifan dan  keteladanan Bagi Masyarakatnya. Photo@Adang Iskandar

"Membangun Masyarakat Madani Berbasis Kearifan Lokal"
Pengertian dan Karakteristik. Masyarakat madani merupakan istilah yang dipakai untuk mengkonseptualisasikan sebuah masyarakat ideal yang dicita-citakan. Istilah itu diterjemahkan dari bahasa Arab “Mujtama’ madani” yang diperkenalkan kali pertama oleh Naquib al-Attas, guru besar sejarah dan peradaban Islam yang juga filosof kontemporer dari Malaysia (“Masyarakat Madani…”), serta pendiri sebuah lembaga yang bernama Institute for Islamic Thought and Civilisation (ISTAC) yang disponsori oleh Anwar Ibrahim.

Anwar Ibrahim yang dianggap sebagai tokoh yang memperkenalkan istilah “masyarakat madani” di Indonesia menggambarkan masyarakat madani sebagai sistem sosial yang subur yang berazaskan moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Ia juga memberikan gambaran kondisi yang bertentangan dengan masyarakat madani, yaitu adanya kemelut yang diderita oleh umat manusia seperti meluasnya keganasan, sikap melampaui batas, kemiskinan, ketidakadilan, kebejatan sosial, kejahilan, kelesuan intelektual, dan kemunduran budaya yang merupakan manifestasi masyarakat madani yang kritis. Walaupun ide-ide masyarakat madani bertolak dari konsep civil society, namun ide-ide itu juga terdapat dalam konsep yang disebut Gelner dengan “High Islam”, budaya tinggi Islam yang juga terdapat dalam sejarah Islam Asia Tenggara di kalangan Muslim Melayu Indonesia (Hidayat, 2008).

Komaruddin Hidayat (1999: 267-268) menyatakan bahwa dalam wacana keislaman di Indonesia, istilah “masyarakat madani” kali pertama diperkenalkan oleh Nurcholish Madjid, yang spirit serta visinya terbakukan dalam nama yayasan yang didirikannya, yaitu Paramadinah [terdiri dari kata "para" dan "madinah", dan atau "parama" dan "dina"]. Secara “semantik” artinya kira-kira ialah, sebuah agama [dina] yang excellent [paramount] yang misinya ialah untuk membangun sebuah peradaban [madani] (Sanaky, “Pembaharuan Pendidikan Islam…). Selanjutnya, ia mempopulerkan istilah itu dalam wacana dan ruang lingkup yang lebih luas yang kemudian diikuti oleh para pakar yang lain.

Menurut Nurcholish Madjid (2000: 80) masyarakat madani merupakan masyarakat yang sopan, beradab, dan teratur dalam bentuk negara yang baik. Menurutnya masyarakat madani dalam semangat moderen tidak lain dari civil society, karena kata “madani” menunjuk pada makna peradaban atau kebudayaan. Oleh karena ide-ide dasar masyarakat madani dan substansi civil society yang berkembang di dunia Eropa sama, maka Dawam Raharjo berpendapat bahwa substansi masyarakat madani dalam dunia Islam dan civil society di dunia Barat adalah satu. Teori civil society dapat dipinjam untuk menjelaskan istilah masyarakat madani yang digali dari khazanah sejarah Islam. Senada dengan hal ini Nurcholish Madjid, tidak membedakan antara masyarakat madani yang lahir dari khazanah sejarah dan peradaban Islam dengan civil society yang lahir dari sejarah Eropa atau peradaban Barat (Hidayat, 2008).

Sementara itu, Emil Salim sebagai ketua Gerakan Masyarakat Madani, pernah mengatakan bahwa masyarakat madani sebenarnya telah ada di Indonesia. Wujud masyarakat madani sesungguhnya telah tertanam dalam masyarakat paguyuban yang dominan di masa lalu, ketika kelompok masyarakat berkedudukan sama dan mengatur kehidupan bersama dengan musyawarah. Selanjutnya ia menambahkan, bahwa substansi masyarakat madani telah lama ada dalam etika sosial politik masyarakat Indonesia yang berkembang dalam kultur masyarakat Indonesia. Semangat egaliterianisme dan budaya sosial politik yang mengedepankan mekanisme musyawarah dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik merupakan budaya masyarakat Indonesia yang menonjol. Dalam perspektif civil society (Barat) mekanisme musyawarah dalam menyelesaikan masalah merupakan salah satu prosedur demokrasi yang substantif (Hidayat, 2008).

Karakteristik. Bertolak dari beberapa pengertian masyarakat madani yang telah disampaikan di atas, maka karakteristik yang menonjol pada masyarakat madani adalah sebagai berikut.

1.   Ruang Publik yang Bebas


Adanya ruang publik yang bebas merupakan sarana dalam mewujudkan masyarakat madani. Pada ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalam sebuah tatanan masyarakat, maka ruang publik yang bebas menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan. Dengan menafikan ruang publik yang bebas dalam tatanan masyarakat madani, maka akan terjadi pemberangusan kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum oleh penguasa yang tiranik dan otoriter.

 2.   Demokratis


Masyarakat madani ditandai oleh berkembangnya iklim demokrasi berupa kebebasan berpendapat dan bertindak baik secara individual maupun kolektif yang bertanggung jawab, sehingga tercipta keseimbangan antara implementasi kebebasan individu dan kestabilan sosial, serta penyelengaraan pemerintahan secara demokratis.

 3.   Toleran


Toleran merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.

 4. Pluralisme dan Multikulturalisme


Pluralisme menunjuk pada keragaman/ kemajemukan, yakni kondisi dalam suatu masyarakat yang secara faktual berbeda-beda. Sementara itu multikultralisme lebih mengacu pada sikap warga masyarakat terhadap perbedaan-perbedaan baik yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan maupun  dalam masyarakat lain. Sikap itu dibentuk dengan melibatkan seperangkat nilai yang didasarkan pada minat untuk mempelajari dan memahami (understanding) dan pada penghormatan (respect) serta penghargaaan (valuation) kepada kebudayaan masyarakat lain. Walaupun tidak selalu diikuti dengan kesetujuan dan kesepakatan terhadap apa yang ada dalam kebudayaan lain, tetapi yang ditekankan dalam multikulturalisme adalah pemahaman, penghormatan, dan penghargaan (Blum, 2001: 19; lihat juga Ahimsa-Putra, 2009: 2-4).

 5. Menjunjung Tinggi Hak Azasi Manusia dan Keadilan Sosial


Karakteristik ini ditandai dengan adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan (Mawardi, 2008; Hidayat, 2008; Sanaky, “Pembaharuan Pendidikan Islam…);  “Masyarakat Madani…”).

Signifikansi Kearifan Lokal dalam Pembangunan Masyarakat Madani. Kearifan lokal adalah “pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka”. Istilah ini dalam bahasa Inggris dikonsepsikan sebagai local wisdom (kebijakan setempat) atau local knowledge (pengetahuan setempat) atau local genious (kecerdasan setempat). Sistem pemenuhan kebutuhan mereka meliputi seluruh unsur kehidupan: agama, ilmu pengetahuan, ekonomi, teknologi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi, serta kesenian. Mereka mempunyai pemahaman, program, kegiatan, pelaksanaan terkait untuk mempertahankan, memperbaiki, mengembangkan unsur kebutuhan mereka, dengan memperhatikan lingkungan dan sumber daya manusia yang terdapat pada warga mereka (“Memberdayakan Kearifan Lokal…”). Bertolak dari definisi itu, maka kearifan lokal merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik dengan budaya tertentu (budaya lokal) dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu (masyarakat lokal). Dengan kata lain, kearifan lokal bersemayam pada budaya lokal (local culture).

Budaya lokal (juga sering disebut budaya daerah[3]) merupakan istilah yang biasanya digunakan untuk membedakan suatu budaya dari budaya nasional (Indonesia) dan budaya global. Budaya lokal adalah budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang menempati lokalitas atau daerah tertentu yang berbeda dari budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang berada di tempat yang lain. Permendagri Nomor 39 Tahun 2007 pasal 1 mendefinisikan budaya daerah sebagai “suatu sistem nilai yang dianut oleh komunitas/ kelompok masyarakat tertentu di daerah, yang diyakini akan dapat memenuhi harapan-harapan warga masyarakatnya dan di dalamnya terdapat nilai-nilai, sikap tatacara masyarakat yang diyakini dapat memenuhi kehidupan warga masyarakatnya” (Dirjen Kesbangpol Depdagri, 2007: 5).

Di Indonesia istilah budaya lokal juga sering disepadankan dengan budaya etnik/ subetnik. Setiap bangsa, etnik, dan sub etnik memiliki kebudayaan yang mencakup tujuh unsur, yaitu:  bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistem religi, dan kesenian (Koentjaraningrat, 1986: 203-204). Namun demikian, sifat-sifat khas kebudayaan hanya dapat dimanifestasikan dalam unsur-unsur terbatas,  terutama melalui bahasa, kesenian, dan upacara. Unsur-unsur yang lain sulit untuk menonjolkan sifat-sifat khas kebudayaan suatu bangsa atau suku bangsa (Koentjaraningrat, 1984: 109).

Apa arti penting kearifan lokal (yang terdapat dalam budaya lokal) dalam pembangunan masyarakat madani? Di dalam budaya lokal terdapat gagasan-gagasan (ideas, cultural system), perilaku-perilaku (activities, social system), dan artifak-artifak (artifacts, material culture) yang mengandung nilai-nilai yang berguna dan relevan bagi pembangunan masyarakat madani. Di setiap unsur kebudayaan yang telah disebutkan beserta sub-subunsurnya dapat dipastikan mengandung nilai-nilai yang relevan dan berguna bagi pembangunan masyarakat madani. Relevansi dan kebergunaan itu terdapat misalnya dalam hal-hal sebagai berikut:

1.    Bentuk-bentuk seni tradisi yang berkembang dalam suatu kebudayaan tidak semata-mata diciptakan untuk memenuhi kebutuhan estetis, tetapi untuk memenuhi kepentingan-kepentingan yang didasarkan pada alasan religius, mitos, mata pencaharian, dan integrasi sosial.

2.   Nilai budaya dan norma dalam kebudayaan tertentu tetap dianggap sebagai pemandu perilaku yang menentukan keberadaban, seperti kebajikan, kesantunan, kejujuran, tenggang rasa, dan tepa salira.

3.    Teknologi beserta teknik-tekniknya dalam praktik dianggap merupakan keunggulan yang dapat dipersandingkan dan dipersaingkan dengan teknologi yang dikenal dalam kebudayaan lain.

4.    Suatu rangkaian tindakan upacara tradisi tetap dianggap mempunyai makna simbolik yang dapat diterima meskipun sistem kepercayaan telah berubah. Upacara tradisi juga berfungsi sebagai media integrasi sosial.

5.    Permainan tradisional dan berbagai ekspresi folklor lain mempunyai daya kreasi yang sehat, nilai-nilai kebersamaan, dan pesan-pesan simbolik keutamaan kehidupan (Sedyawati, 2008: 280).

B. Upaya-upaya Membangun Masyarakat Madani Berbasis Kearifan Lokal


Beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran tercapainya kondisi madani, yaitu: 1) terpeliharanya eksistensi agama atau ajaran-ajaran yang ada dalam masyarakat; 2) terpelihara dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan keselamatan; 3) tegaknya kebebasan berpikir yang jernih dan sehat; 4) terbangunnya eksistensi kekeluargaan yang tenang dan tenteram dengan penuh toleransi dan tenggang rasa; 5) terbangunnya kondisi daerah yang demokratis, santun, beradab serta bermoral tinggi; 6) terbangunnya profesionalisme aparatur yang tinggi untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih berwibawa dan bertanggung jawab yang mampu mendukung pembangunan daerah.

Pencapaian visi pembangunan itu antara lain ditempuh melalui misi mewujudkan pengamalan nilai-nilai agama dan kearifan lokal. Dalam misi itu dijelaskan bahwa “masyarakat yang memiliki basis agama dan nilai-nilai budaya yang kuat membentuk manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermoral, beretika, yang akhirnya mampu berpikir, bersikap, dan bertindak sebagai manusia yang tangguh, kompetitif, berbudi luhur, bertoleransi, bergotong-royong, berjiwa patriotik, menjunjung nilai-nilai luhur budaya bangsa, mengedepankan kearifan lokal, dan selalu berkembang secara dinamis”.

Persoalannya adalah bagaimana mengimplementasikan kearifan lokal untuk membangun masyarakat madani? Walaupun kearifan lokal terdapat dalam kebudayaan lokal yang dijiwai oleh masyarakatnya, namun sejalan dengan perubahan sosial kultural yang demikian cepat kebudayaan lokal yang menyimpan kearifan lokal sebagaimana sinyalemen para ahli sebagian telah tergerus oleh kebudayaan global (Smiers, 2008: 383). Oleh karena itu, perlu ada revitalisasi budaya lokal (kearifan lokal) yang relevan untuk membangun masyarakat madani. Untuk merevitalisasi budaya lokal diperlukan adanya strategi politik kebudayaan dan rekayasa sosial dengan pembuatan dan implementasi kebijakan yang jelas. Salah satu di antaranya adalah adanya peraturan daerah tentang pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan budaya lokal yang dapat menjadi payung hukum dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan budaya oleh dinas-dinas atau lembaga-lembaga terkait.

Ada beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan untuk merevitalisasi budaya lokal untuk membangun masyarakat madani berbasis kearifan lokal:

1.   Inventarisasi dan Pengkajian Kearifan Lokal


Tidak semua kearifan lokal yang terdapat dalam budaya lokal telah diketahui oleh masyarakat. Oleh karena itu, dalam membangun masyarakat madani berbasis kearifan lokal perlu dilakukan inventarisasi, dokumentasi, dan pengkajian terhadap budaya lokal untuk menemukan kearifan lokal. Sebagai contoh melalui  pengkajian terhadap cerita rakyat dapat ditemukan kearifan lokal yang relevan untuk membangun masyarakat madani, seperti: sikap-sikap antikejahatan, suka menolong, dan giat membangun (Nasirun, Cikal Bakal Desa Tanggungsari); nilai-nilai patriotisme dan memperjuangkan nasib rakyat; nilai-nilai kepemimpinan yang bertanggung jawab dan menepati janji; nilai kepemimpinan  yang peduli pada daerah dan rakyatnya; nilai demokrasi dengan cara pemilihan kepala desa yang demokratis dan transparan, nilai kejujuran, keikhlasan, dan tanpa pamrih. Selanjutnya, kearifan lokal yang relevan dengan pembangunan masyarakat madani perlu disosialisasikan dan diinternalisasikan kepada masyarakat. 

2.   Pengetahuan Budaya Lokal  sebagai Muatan Lokal


Sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal untuk membangun masyarakat madani dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal dalam bentuk muatan lokal. Namun demikian, gagasan untuk memberikan muatan lokal yang berupa pengetahuan budaya (yang di dalamnya terdapat kearifan lokal) dalam pendidikan umum dalam kenyataannya menghadapi kendala yang berkaitan dengan kurikulum dan tenaga pengajarnya. Untuk mengatasi permasalahan ini baik dalam penyediaan bahan pelajaran maupun tenaga pengajarnya dapat diupayakan dan dilegalkan dengan penggunaan tenaga-tenaga nonguru dalam masyarakat yang mempunyai keahlian-keahlian yang khas mengenai berbagai aspek kehidupan yang khas di daerah. Pengetahuan budaya lokal dapat dipilah ke dalam pengetahuan dan ketrampilan bahasa serta pengetahuan dan ketrampilan seni. Selain itu dapat ditambahkan pengetahuan tentang adat-istiadat/ sistem budaya (cultural system) yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya nasional (Sedyawati, 2007: 5), khususnya tentang kearifan lokal yang relevan dengan pembangunan masyarakat madani.

3.   Forum Komunikasi Pemikiran Budaya


Pemerintah daerah tidak harus menyelenggarakan sendiri segala upaya pembangunan masyarakat madani berbasis kearifan lokal. Berbagai elemen masyarakat juga memiliki tugas dalam kegiatan tersebut. Demi tercapainya cita-cita luhur yang harmonis diperlukan berbagai forum dialog. Prakarsa untuk memulai forum ini dapat dilakukan  oleh pemerintah dengan melibatkan elemen-elemen di luar birokrasi pemerintahan seperti lembaga-lembaga kebudayaan dan penyelenggara media massa swasta meliputi radio, televisi, majalah, dan surat kabar. Dalam forum dialog itu perlu dibahas masalah-masalah aktual di bidang kebudayaan yang berkembang di masyarakat,  seperti budaya (lokal) yang menghambat terbentuknya masyarakat madani, pembentukan warga negara Indonesia yang dwibudayawan (lokal dan nasional), mempersiapkan eksekutif yang mampu menghayati nilai-nilai budaya yang luhur, dan lain-lain (Sedyawati, 2007: 6-7).

4.   Festival Budaya Lokal


Unsur-unsur budaya lokal yang berpotensi untuk membangun masyarakat madani dapat dipergelarkan dalam bentuk festival budaya. Sebagai contoh festival seni tradisi, upacara tradisi, dan permainan (dolanan) tradisional anak-anak dapat dijadikan sebagai wahana untuk membangun kesadaran pluralisme, membangun integrasi sosial dalam masyarakat, dan tumbuhnya multikulturalisme.

Langkah-langkah strategis sebagaimana telah diuraikan di atas diharapkan akan membentuk suatu kesadaran kultural (Kartodirdjo, 1994a dan 1994b) yang pada gilirannya akan membentuk ketahanan kultural pada masyarakat. Kesadaran dan ketahanan kultural  menjadi pilar yang sangat kuat untuk membangun masyarakat madani yang berbasis kearifan lokal.    

Kesimpulan


Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa kearifan lokal yang terdapat dalam budaya lokal mengandung nilai-nilai yang relevan dan berguna bagi pembangunan masyarakat madani. Pembangunan masyarakat madani berbasis kearifan lokal dapat dilakukan dengan merevitalisasi budaya lokal. Untuk mewujudkan masyarakat madani berbasis kearifan lokal memerlukan adanya pengertian, pemahaman, kesadaran, kerja sama, dan partisipasi seluruh elemen masyarakat. Drs. Dhanang Respati Puguh, M.Hum.


DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2009. “Dari Plural ke Multikultural: Tafsir Antropologi atas Budaya Masyarakat Indonesia”, makalah disampaikan dalam Lokakarya Multikulturalisme dalam Pembangunan di Indonesia, diselenggarakan oleh Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata di Yogyakarta pada 12 Agustus 2009.

Blum, Lawrence A.. 2001. “Antirasisme, Multikulturalisme, dan Komunitas Antar-Ras” Tiga Nilai yang Bersifat Mendidik bagi Sebuah Masyarakat Multikultural”, dalam L. May, S. Collins-Chobanian, dan K. Wong, editor, Etika Terapan I: Sebuah Pendekatan Multikultural. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Departemen Dalam Negeri. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan, Keraton, dan Lembaga Adat dalam Pelestarian dan Pengembangan Budaya Daerah.
Hidayat, Mansur. 2008. “Ormas Keagamaan dalam Pemberdayaan Politik Masyarakat Madani: Telaah Teoritik-Historis”, dalam Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Volume 4, Nomor 1, Juni 2008 melalui http://komunitas.wikispaces.com/file/view/ORMAS+KEAGAMAAN+DALAM+PEMBERDAYAAN+POLITIK+MASYARAKAT+MADANI.pdf (dikunjungi 31 Desember 2009).
Kartodirdjo, Sartono. 1994a. Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Kartodirdjo, Sartono. 1994b. Pembangunan Bangsa tentang Nasionalisme, Kesadaran dan Kebudayaan Nasional. Yogyakarta: Aditya Media.
Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Cetakan ke-11. Jakarta: Gramedia.
Koentjaraningrat, 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan ke-6. Jakarta: Aksara Baru.
Legenda dan Kumpulan Cerita Rakyat Kabupaten Brebes, 1988. Panitia Hari Jadi Kabupaten Brebes.
“Masyarakat Madani (Civil Society) dan Pluralitas Agama di Indonesia” http://islamkuno.com/2008/01/16/masyarakat-madani-civil-society-dan-pluralitas-agama-di-indonesia/ (Dikunjungi 31 Desember 2009).
Mawardi J., M.. 2008. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Madani”, dalam Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Volume 4, Nomor 1, Juni 2008 melalui http://komunitas.wikispaces.com/file/view/strategi+pengembangan+masyarakat+madani.pdf  (31 Desember 2009).
“Memberdayakan Kearifan Lokal bagi Komunitas Adat Terpencil”,
Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 3 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Brebes Tahun 2005-2005.
Sanaky, Hujair AH, Pembaharuan Pendidikan Islam Menuju Masyarakat Madani (Tinjauan Filosofis)”, http://www.sanaky.com/materi/PENDIDIKAN ISLAM MENUJU MASYARAKAT MADANI.pdf (31 Desember 2009).
Sedyawati, Edi. 2007. Keindonesiaan dalam Budaya: Buku 1 Kebutuhan Membangun Bangsa yang Kuat. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Sedyawati, Edi. 2008. Keindonesiaan dalam Budaya: Buku 2 Dialog Budaya Nasional dan Etnik, Peranan Industri Budaya dan Media Massa, Warisan Budaya dan Pelestarian Dinamis. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Smiers, Joost. 2009. Arts under Pressure: Memperjuangkan Keanekaragaman Budaya di Era Globalisasi. Terjemahan Umi Haryati. Yogyakarta: Insistpress.
[1]Makalah Disampaikan dalam Sarasehan Peringatan Hari Jadi ke-332 Kabupaten Brebes Tahun 2010 di Pendapa Kabupaten Brebes, 13 Januari 2010, dan sebagian telah diterbitkan dengan judul “Membangun Masyarakat Madani Berbasis Kearifan Lokal”, Radar Tegal, 13 Januari 2010.
[2]Dosen Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya dan Sekretaris Program Magister Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro. Komunikasi dan korespondensi dapat dilakukan melalui HP dengan nomor: 081390794224 dan email: dhanang_puguh@yahoo.com.
[3]Edi Sedyawati (2007 dan 2008: vi) menyatakan bahwa penggunaan istilah budaya daerah untuk menyebut budaya suku-suku bangsa di Indonesia adalah tidak tepat, karena kata “daerah” mengesankan lawan dari “pusat”. Padahal di sini yang diperbedakan adalah budaya bangsa (= nasional) dan budaya suku bangsa. Budaya  nasional tentunya tidak dapat disamaartikan dengan budaya pusat, karena ia juga merupakan budaya seluruh bangsa Indonesia, baik di pusat maupun di daerah. Lagi pula suatu budaya suku bangsa tidak dapat dikaitkan secara mutlak dengan satuan daerah administratif, karena ada sejumlah suku bangsa  yang tinggal menyebar melintasi batas-batas administratif.  

Tuesday, March 27, 2012

Mengenal Chomsky, sang Intelektual Pemberontak

Naom Chomsky
Pergerakan di Indonesia mengalami pasang surut seiring konstalasi yang terjadi di negara kita. Pergerakan itu bermacam-macam, ideologis, kekuasaan, perlawanan kaum tertindas, dan melawan kesewenang-wenangan penguasa yang dzolim atas rakyatnya. Tentu kita tau Indonesia sejak reformasi 1998 lalu hingga sekarang ini keadaan ekonomi tetap berada pada titik 'tidak aman' karena memiliki hutang yang cukup tinggi. Indonesia termasuk negara berkembang yang memiliki hutang tertinggi di banding negara berkembang lainnya di dunia. Pada tahun 2010 atau era Presiden SBY sebesar Rp 1.677 triliun. Pada tahun anggaran 2011 utang luar negeri Indonesia sebesar Rp 1.803 triliun dan pada tahun 2012 utang luar negeri Indonesia mencapai Rp 1.937 triliun. Pantastis..!

Kembali kepergerakan, saat ini rakyat ingin bergerak menentang kebijakan Pemerintah menaikkan harga BBM, tentu rakyat geram, so memancing pergerakan 'mengepung' Istana presiden menjelang detik-detik tanggal pemberlakuan 1 April nanti. Para demonstran siap-siap 'pasang badan' untuk melawan kebijakan yang tidak pro Rakyat. Kelompok pergerakan di Indonesia memiliki beragam corak pergerakannya, ada yang hanya cas-cis-cus di dalam forum gedung, di mimbar2 terbuka sampai kalangan akadimis yang berdiskusi hingga para demonstran jalanan ala Russel dan ada juga macam Albert Einstein. Tentang dua tokoh pemikir ini mari kita cermati buah pikirannya mengenai pemberontakan dan sering melawan arus, dialah Naom Chomsky "sang Intelektual pemberontak".


 

Suatu hari di tahun 1935, seorang tamu mengunjungi keluarga Chomsky. Sang tamu menunjuk ke deretan seri ensiklopedi Compton yang tertata rapi di salah ruang keluarga itu. Kepada Avra Noam Chomsky, salah satu anak keluarga Chomsky yang ketika itu baru berusia tujuh tahun, sang tamu bertanya apakah ia (anak itu) telah membaca deretan ensiklopedi tersebut. Noam menjawab singkat: ''Saya baru membaca separuhnya.''

Kelak (baca: sekarang), Noam Chomsky -- si kecil yang mengaku telah membaca separuh seri ensiklopedi Compton pada usia tujuh tahun itu -- akan dikenal sebagai tokoh intelektual yang berani 'melawan arus' mapan, baik terhadap kalangan kolega yang ia sebut 'pembebek garis resmi kebijakan AS' maupun kalangan elit pemerintahan, di Amerika Serikat.

Noam Chomsky (seterusnya disebut Chomsky), New York Times menyebut dia sebagai 'tokoh intelektual penting' abad ini, memang sering menyentak publik dan elit Amerika. Terutama karena perspektif dia yang berbeda di seputar peran AS di berbagai tempat di dunia -- mulai Nikaragua, Amerika Tengah, Vietnam hingga Timur Tengah.

Pendapatnya, yang sering berbeda dengan opini umum dan memberikan perfektif dan arti baru berbagai istilah dan peristiwa, mengundang serangan dari kalangan tertentu, dan pemahaman baru terhadap hal-hal yang tak terbayangkan sebelumnya pada kalangan lainnya. Semua gagasannya, baik yang mengundang pengritik maupun pendukung, selalu tampil secara powerfull.

Salah satu gagasan Chomsky yang kontroversial bagi kalangan mapan AS adalah penjelasan dia terhadap kata ''terorisme'' yang selalu disematkan kepada 'Islam'. Chomsky, yang banyak dipengaruhi oleh gagasan novelis Inggris George Orwell mengenai newspeak, menyebut bahwa 'terorisme' -- kata yang banyak dimuat media massa besar Barat saat ini -- telah memperoleh pemaknaan baru.

'Terorisme', yang selalu disandangkan terhadap kelompok-kelompok Islam, tapi jarang, kalau tidak disebut tak pernah, dikenakan kepada kelompok lain (Zionisme misalnya), merupakan bagian dari upaya pemburukan citra Islam oleh sejumlah pihak dengan alasan masing-masing. Misalnya: AS ingin melanggengkan supremasi di Timur Tengah, atau Israel ingin memperoleh legitimasi di kawasan itu (dengan menyebut Israel sebagai 'negara demokratis pertama di Timur Tengah, di tengah negara-negara monarki dan Islam fundamentalis').

Hingga sekarang, jarak yang lebar antara realitas dan pemaknaan media besar -- tentang 'Perang Dingin', 'Tata Dunia Baru', 'demokrasi', dan seterusnya -- masih menjadi perhatian utama Chomsky. Motivasinya adalah: rasa ingin tahu yang besar. Ia menghunjam ke dalam berbagai opini yang saling bertentangan dan berbeda, lalu mencari makna sebenarnya dari berbagai gagasan yang saling bertabrakan itu. Menurut guru besar linguistik MIT ini, pandangan monolitik media-media besar yang tampil secara konsisten harus dicurigai sebagai upaya untuk mempertahankan status quo yang ada.

Yang mula-mula menjadi inspirasi terbesar ke lapangan ini tiada lain adalah George Orwell, yang karya-karyanya sudah memukau Chomsky sejak remaja. Novel Animal Farm, 1984, esai semacam Language in the Service of Propaganda atau buku lain seperti Homage to Catalonia merupakan sedikit dari deretan karya Orwell yang mempengaruhi Chomsky. Chomsky bahkan suka membandingkan dirinya dengan novelis itu. Untuk mencari kebenaran sejati, Orwell berkelana dari satu tempat ke tempat lain sehingga informasi bisa diperoleh dari tangan pertama; sementara Chomsky mengeksplorasi kebenaran itu dari berbagai buku dan khasanah teks yang ia baca.

Lahir 7 Desember 1928 di Pennsylvania, AS, Noam Chomsky dibesarkan di tengah keluarga berpendidikan tinggi, pasangan Dr. William Zev Chomsky dan Elsie Simonofsky. Ayahnya dikenal sebagai ahli gramatika bahasa Ibrani -- New York Times menyebut Zev Chomsky sebagai ahli gramatika bahasa Ibrani terkemuka -- yang menulis sejumlah karya gramatika bahasa itu. Pada usia 12, Chomsky sudah membaca salah satu karya berat ayahnya tentang tatabahasa Ibrani abad ke-13.

Selain memperkenalkan bahasa dan warisan budaya leluhurnya, Yahudi, ayah Chomsky juga memperkenalkan tradisi intelektual yang kelak melekat dalam diri Chomsky: 'individu yang pemikirannya bebas dan independen, yang memiliki perhatian untuk memperbaiki hal-hal kurang beres, serta memiliki keinginan untuk berpartisipasi membuat segala sesuatunya lebih baik'.

Sementara sang ayah mewariskan tradisi kebebasan intelektual, ibunya -- yang memiliki kecenderungan kekiri-kirian -- menekannya pentingnya keseimbangan untuk bertindak sebagai pemikir yang sekaligus aktivis. Sang paman, suami kakak ibunya, ikut mempengaruhi arah watak intelektual Chomsky, dengan memperkenalkan ke dia berbagai tokoh pemikiran terkemuka: Freud dan berbagai sekte Marxian, mulai Stalinist, Trotskyte, Leninis, dan yang lainnya. Toko pamannya, yang menjual berbagai koran dan majalah di New York, menjadi tempat berkumpulnya para Yahudi intelektual di New York. ''Kelas pekerja Yahudi di New York memang benar-benar berbeda.

Intelektualitas mereka sangat tinggi, sekalipun sangat miskin. Banyak di antara mereka tak punya pekerjaan. Tapi mereka hidup di tengah lingkungan yang kaya secara intelektual. Saya pikir ini merupakan masa yang paling berpengaruh di usia remaja saya,'' kenang Chomsky mengenai toko pamannya itu.

Chomsky sempat bersentuhan dengan kelompok-kelompok yang mendorong beremigrasinya Yahudi Amerika ke ''negeri harapan'' yang baru dibentuk, Israel, pada masa ia kuliah. Ia memang tidak pernah secara resmi terdaftar sebagai anggota organisasi Yahudi berhaluan kiri seperti misalnya Avukah, yang mendorong dibentuknya negara 'binasional' (Arab dan Yahudi) di Palestina. Tapi karena bersentuhan mereka dengan organisasi-organisasi Yahudi di negeri itu, keinginan untuk tinggal di Israel sempat terlintas di benaknya.

Pada saat tercatat sebagai anggota Harvard's Society Fellow, berdua dengan istrinya, Carol, ia mengunjungi negeri itu, 1953. Mereka tinggal di kibbutz -- pemukiman baru Yahudi di Palestina -- selama kira-kira enam minggu. Dia menggambarkan lingkungan itu sebagai miskin, hanya sedikit makanan, dan yang lebih penting lagi: ''benar-benar sesuai sebagai lingkungan ideologis''. Yang terakhir itulah yang merisaukannya. Bagi dia, tidak mudah menerima lingkungan yang dia sebut sebagai 'ekslusif dan rasis' tersebut.

Ketika ia berada di sana, Chomsky melihat bagaimana masyarakat non-Yahudi terpinggirkan, terancam dan ketakutan. Pengalaman pribadi ini -- dobel standar keadilan, adil hanya untuk etnik Yahudi dan bukan yang lainnya -- membuat dia merasa ragu perlunya membentuk negara Judaisme untuk etnik Yahudi. Pada masa berikutnya, Chomsky malah dikenal sebagai salah satu intelektual AS yang berani berkonfrontasi secara langsung, menentang pencaplokan Israel atas tanah Palestina. ''Satu tanah, dua negara. Ini merupakan esensi utama masalah Israel-Palestina,'' kata Chomsky (dikutip dari buku  The Chomsky Reader).

Watak kritis Chomsky ini -- ahli linguistik yang banyak menulis soal-soal politik internasional, selain dibentuk oleh banyak gagasan mempengaruhinya, juga dibentuk oleh bidang yang dia tekuni, Cartesian Linguistics. Menurut Chomsky, sekali seseorang menerima perpektif Cartesian dalam bahasa, pada tahap berikutnya ia harus mendukung hak alami manusia dan melawan segala macam otoritarianisme yang menindas manusia.

Keterlibatannya di aktivisme politik merembet tak cuma sebatas menulis artikel. Ia pun mengirim petisi dan memprotes berbagai kebijakan luar negeri AS yang dianggapnya menindas wilayah lain. ''Saya menyadari bahwa mengirim petisi, menyumbang uang, mengadakan pertemuan itu tak cukup. Saya berpikir adalah penting jika kita ikut ambil bagian secara lebih aktif ... dan saya sadar benar apa akibatnya. Itu bukan soal bagaimana menjejakkan sepatu ke air, menjadi basah, dan setelah bisa mengangkatnya kembali. Kamu akan terlibat lebih dalam dan semakin dalam lagi,'' kata Chomsky.

Dan karena gagasan-gagasannya radikal mengenai berbagai soal kebijakan luar negeri AS itu, namanya sempat masuk dalam daftar musuh Gedung Putih pada masa pemerintahan Nixon. Ia pun pernah ditangkap dan diinterograsi petugas keamanan karena gagasan-gagasan itu -- satu hal yang membuat ia bertanya-tanya, apakah dia tinggal di negeri Amerika atau negeri lainnya.

Tapi ia tak kapok. Ia menyebut itu semua sebagai akibat tanggungjawabnya sebagai intelektual. ''Russell dan Eisntein (Albert Einstein) sama-sama dikenal sebagai intelektual hebat. Keduanya sepakat bahaya sedang mengancam umat manusia. Tapi mereka memilih jalan yang berbeda untuk meresponnya. Einstein memilih hidup dengan enak di Princenton dan mengabdikan dirinya semata-mata untuk riset seraya sesekali menyampaikan orasi ilmiah, sementara Russell memilih memimpin demonstrasi di jalan,'' kata Chomsky yang memasang foto diri Russell di ruang kerjanya di MIT. ''Ingin tahu hasilnya? Russell dikutuk sementara Einstein dipuji selangit seperti laiknya seorang malaikat. Apakah itu semua mengejutkan kita? Tidak,'' kata Chomsky, yang tampak sadar benar akibat dari pilihannya.

sumber : M. Irwan Ariefyanto/redaktur republika.co.id

Sunday, March 25, 2012

Mungkinkah Kita Beralih Ke Sistem Ekonomi Islam?

Gelagat mendekati 1 April 2012 sudah ditabuh genderang 'perang'' oleh sebagian besar komponen masyarakat dari berbagai kelompok. Gelagat ini berkaitan  diberlakukannya kenaikan harga BBM yg akan menyulut kemarahan rakyat dimana-dimana. Jika melihat hasil survey Lembaga Survey Indonesia (LSI) pada bulan ini, 94% mayarakat pedesaan menolak kenaikan BBM, 77% masyarakat perkotaan menolak kenaikan BBM, dan 85% seluruh rakyat Indonesia menolak kenaikan BBM pula.

"....Ternyata, hanya satu yang mendukung kenaikan BBM, yaitu Lembaga Pemeringkat Luar Negeri. Ternyata pemerintah lebih pro kepada asing dan mengabaikan suara rakyat yang mayoritas, ini adalah sebuah pengkhianatan," Begitu teriakkan Rahmat Kurnia ketua Jamaah Anshorut Tauhid saat demo yg baru lalu. Bahkan akan adanya upaya memaksakan rencana kenaikan BBM tersebut karena ada upaya mensetting situasi chaos untuk menjadikan alasan menghancurkan kelompok-kelompok yang bersaing.

“Nampaknya ada skenario yang dipaksakan kelompok-kelompok lain sehingga nanti mengalami collaps, sehingga menjadi alasan untuk menghancurkan kelompok-kelompok yang bersaing ini, saya dengar juga ada skenario begitu,” kata Ustadz M. Achwan menambahkan.
Carut marutnya perekonomian negara sangat erat terkait dengan sistem ekonomi dan politik yang dianut dan diadopsi oleh suatu negara. Karena  pemerintah Indonesia menganut sistem ekonomi pasar (kapitalisme), maka perekonomian di Indonesia sangat rawan krisis. Kapitalisme berdiri di atas mekanisme spekulatif dan ekonomi ribawi sehingga sangat mereduksi sektor ril. Padahal, sektor ril yang mampu membuat bertahan suatu negara dari terpaan krisis.

Pemerintah perlu mengambil pelajaran dari situasi ini, pemerintah harus berani beralih kepada sistem ekonomi Islam yang sangat manusiawi, dan mengatur distribusi ekomoni degan adil dan merata. Serta meninggalkan kebusukan demokrasi yang syirik kepada Syari’ah Islam yang berpijak kepada tauhid.

Sistem ekonomi Islam, sangat jauh berbeda dengan kapitalis yang memberikan bahkan menjamin kebebasan individu dalam mengelola semua sektor dalam kehidupan, dalam Nizham Al Islam taqiyudin an Nabhani menerangkan bahwa sistem ekonomi Islam telah membagi kepemilikan menjadi tiga, yaitu yang pertama kepemilikan individu (al-milkiyah al-fardiyah) seperti : hasil kerja bekerja, warisan, hibah, hadiah. Kedua, kepemilikan umum (al-milkiyah al-'âmmah) seperti : fasilitas umum, bahan tambang dan sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki individu, dan yang ketiga kepemilikan negara (al-milkiyah ad-dawlah) yaitu harta seluruh kaum muslimin, sementara pengelolaannya menjadi wewenang dan amanah negara, sehingga negara dapat memanfaatkannya untuk kepentingan rakyatnya.

Rasulullah saw bersabda:

الناس شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ

“Manusia itu berserikat (bersama-sama memiliki) dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.” [HR Ahmad, Abu Dawud, An Nasaaiy, dll). Dalam hadits yang diriwayatkan Ibn Majah dari Ibnu Abbas ada tambahan, "dan harganya haram":

المسلمون شركاء في ثلاث في الماء والكلأ و النار وثمنه حرام

"Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal; air, padang rumput, dan api, dan harganya haram." [HR. Imam Ibnu Majah]

Dalam hadistnya, Rasulullah saw menjelaskan bahwasanya tambang yang jumlahnya melimpah tidak boleh dialihkan kepemilikannya kepada individu atau swasta. Rasulullah saw pernah menarik kembali tambang garam yang diberikannya kepada Abyad bin Hamal, setelah beliau mengetahui jumlahnya melimpah ruah bagaikan air mengalir. Imam Abu Dawud menuturkan sebuah hadits dari Ibnu al-Mutawakkil bin ‘Abd al-Madaan, dari Abyad bin Hamal ra, bahwasanya ia berkata:

أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ قَالَ ابْنُ الْمُتَوَكِّلِ الَّذِي بِمَأْرِبَ فَقَطَعَهُ لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنْ الْمَجْلِسِ أَتَدْرِي مَا قَطَعْتَ لَهُ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ قَالَ فَانْتَزَعَ مِنْهُ

“Sesungguhnya, Abyad bin Hamal mendatangi Rasulullah saw, dan meminta beliau saw agar memberikan tambang garam kepadanya.  Ibnu al-Mutawakkil berkata,”Yakni tambang garam yang ada di daerah Ma’rib.”  Nabi saw pun memberikan tambang itu kepadanya.  Ketika, Abyad bin Hamal ra telah pergi, ada seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukan Anda, apa yang telah Anda berikat kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd)”. Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah saw mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hamal).” [HR. Imam Abu Dawud]

Imam Abu Dawud juga menuturkan sebuat riwayat dari Mohammad bin Yahya bin Qais al-Ma’rabiy dari Abyad bin Hammal ra, bahwasanya dia berkata;

أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَقْطَعَهُ الْمِلْحَ ، فَلَمَّا أَدْبَرَ ، قَالَ رَجُلٌ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَتَدْرِي مَا أَقْطَعْتَهُ ، إِنَّمَا أَقْطَعْتَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ ، قَالَ : فَرَجَعَ فِيهِ

“Sesungguhnya Abyad bin Hammal ra berkunjung kepada Nabi saw, dan Rasulullah saw memberinya tambang garam. Ketika Abyad bin Hammal telah pergi, seorang laki-laki berkata, “Ya Rasulullah, tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepadanya?  Sesungguhnya Anda telah memberinya sesuatu seperti air mengalir”. Abyad bin Hammal berkata, “Rasulullah saw menarik kembali pemberian itu”. [HR. Imam Abu Dawud]

Larangan tersebut tidak terbatas pada tambang garam saja. Mencakup secara umum, meliputi setiap barang tambang apa pun jenisnya tatkala jumlah (depositnya) sangat banyak atau tidak terbatas.

sumber: arrahmah.com

Liberalisasi Migas dalang Kenaikan BBM

Berawal dari obrolan tukang becak, ibu-ibu di pasar sayuran sampai tukang ojek tentang isu kenaikan harga-harga bahan pokok karena ulah naiknya harga BBM. "...wah kalo tau gini, mending dulu gak usah ada reformasi yah, enakan juga jamannya pak Harto dulu". Kira-kira itulah kesan wong cilik menanggapi harga2 yang terus meroket di era Pemerintah SBY kini. 

Tentu kita maklumi mereka mengatakan demikian, karena rencana Pemerintah menaikkan harga BBM membuat masyarakat wong cilik bikin tambah resah dan merasa tambah berat bebannya sebagai kepala keluarga, dan juga bisa berakibat kepada meningkatnya kriminalitas, korupsi di segala bidang. Ujung-ujungnya wong cilik yang kena imbasnya. Tapi masyarakat/rakyat perlu tau juga tentang sejarah kenapa selalu ada kenaikan BBM setiap pergantian Pemerintahan, padahal janji2 waktu kampanye ingin meningkatkan kesejahteraan rakyat meningkat. Justru yang terjadi meningkatkan kemelaratan rakyat!

Paradoks Bantuan Tunai (BLSM)

RENCANA kenaikan harga BBM per 1 April 2012 terus menuai protes secara masif, hampir merata di seluruh Indonesia. Kebijakan menaikkan harga bahan bakar itu direspons sebagai bad news oleh masyarakat. Pemerintah mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM yang tujuannya meredam dampak sosial dan ekonomi dengan mengalokasikan bantuan uang tunai yang disebut bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). Pro dan kontra terhadap bantuan tunai itu bermunculan. Bisakah bantuan tunai itu menyelesaikan akar permasalahan kemiskinan, atau malah menimbulkan masalah baru?

Di tengah gencarnya pemerintah menggalakkan program percepatan pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran, muncul kebijakan yang paradoks, baik kenaikan harga BBM maupun penyaluran BLSM. Mengapa paradoks? Di satu sisi, pemerintah menggiatkan program pemberdayaan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, yang disebut  dengan four track development strategy, yaitu pro growth, pro job, pro poor, dan pro environment.

Program itu untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan beberapa langkah strategis menciptakan lapangan kerja, serta memberdayakan masyarakat secara tepat sasaran dan terukur sehingga dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Namun, di sisi lain tiba-tiba muncul kebijakan baru yang terkesan tambal sulam yang justru akan memperlemah percepatan pertumbuhan ekonomi, yaitu kenaikan harga BBM dan program bantuan BLSM.

Unjuk rasa masyarakat sebagai refleksi kegalauan bisa dipahami karena kenaikan harga bahan bakar sangat sensitif, terutama bagi masyarakat golongan bawah dan industri yang banyak menggunakan BBM. Kalau kita telaah lebih lanjut, kenaikan harga BBM bukan hal sepele karena punya dampak sangat besar dalam aktivitas ekonomi masyarakat, apalagi didorong kondisi jalan yang macet di mana-mana yang menimbulkan biaya tinggi dalam aktivitas ekonomi.

Salah Sasaran

Dampak kenaikan harga bahan bakar iry terhadap aktivitas ekonomi dikenal dengan istilah multiplier effect. Misalnya jika BBM naik menjadi Rp 6.000/ liter maka akan menaikkan harga barang dan jasa, karena kenaikan harga bahan bakar itu menjadi komponen penting dalam penentuan harga produk barang dan jasa.  Ketika harga barang dan jasa naik, dengan asumsi pendapatan masyarakat tetap maka daya beli masyarakat pun turun.

Bahkan sangat mungkin terjadi bahwa pendapatan masyarakat tidak selalu naik sebanding dengan kenaikan harga BBM. Akibat lebih lanjut, jika harga barang dan jasa naik maka produk domestik tidak dapat bersaing dengan produk asing yang membanjiri Indonesia. Dampak lebih lanjut adalah penjualan industri turun, omzet turun, pendapatan masyarakat turun. Akibat lebih lanjutnya adalah PHK dan naiknya angka pengangguran.

Dalam waktu yang bersamaan, ketika harga BBM akan naik, muncullah program bantuan tunai yang digulirkan pemerintah dengan tujuan meredam dampak sosial ekonomi masyarakat, yang disebut BLSM.
Program  bantuan tersebut bersifat konsumtif, sesaat, tampak sebagai kebijakan tambal sulam, tidak dapat memberdayakan ekonomi masyarakat, sering salah sasaran, dan justru akan menghambat tumbuhnya potensi-potensi ekonomi masyarakat.

Beberapa hal yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah agar kebijakan pemerintah direspons positif atau good news dan dapat mengurangi protes serta demo mahasiswa dan masyarakat, maka sebaiknya semua aktivitas pemerintah dikelola dan dikomunikasikan kepada publik secara transparan, fairness, serta informasi tersebut mudah diakses masyarakat luas. Jika masyarakat mengetahui dengan jelas, fenomena riil penyebab kenaikan BBM ataupun kebijakan lain, masyarakat akan mudah menerima serta menjalankan program-program pemerintah tersebut dengan baik.

Keterlibatan dan pengakuan akan keberadaan masyarakat dalam kebijakan, akan meningkatkan komitmen dan kesungguhan masyarakat untuk menjalankan semua program pemerintah. Bantuan langsung sementara masyarakat sebaiknya diarahkan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat, misalnya mengoptimalkan pembangunan infrastruktur sehingga aktivitas ekonomi masyarakat bisa meningkat lebih cepat dan menurunkan ekonomi biaya tinggi.
Persoalan kemacetan jalan harus secepatnya ditangani karena hal itu akan mendorong meningkatnya biaya tinggi bagi masyarakat. Semua kebijakan pemerintah harus konsisten dan berkesinambungan antara satu dan yang lain sehingga tidak terkesan tambal sulam hingga mengecewakan dan menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat. (10)

— Mutamimah, dosen Fakultas Ekonomi, Ketua Program Magister Manajemen Unissula
--- sumber disini

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...