Guru berprestasi masa kini
ditentukan oleh sebatas apa guru tersebut mengerti, memahami, dan menerapkan
pembelajaran yang sesungguhnya. Mereka tidak lagi berada dalam pusaran
pengajaran yang mengutamakan dominasi tunggal melainkan berada dalam posisi
fasilitator yang dilaogis. Secara nyata, telah terjadi perubahan paradigma dari
pengajaran ke pembelajaran. Oleh karena itu, guru secara teknis dalam
mengejawantahkan roh kebenaran sebaiknya melalui rel pembelajaran.
Pembelajaran menjadi orientasi
proses menumbuhkembangkan pribadi siswa karena selama ini (1) pendidikan
dipandang tidak mampu memanusiawikan siswa secara tepat dan sesuai dengan jati
dirinya; (2) pendidikan diselenggarakan untuk kepentingan penyelenggara bukan
untuk peserta didik; (3) pendidikan yang diselenggarakan bersifat pemindahan
isi (content transmission). Tugas pengajar hanya sebagai penyampai pokok
bahasan. Mutu pengajaran menjadi tidak jelas karena yang diukur hanya daya
serap sesaat yang diungkap lewat proses penilaian hasil belajar yang
artifisial. Pembelajaran tidak diarahkan kepada partisipatori total dari
peserta didik yang pada akhirnya dapat melekat sepenuhnya dalam diri peserta
didik; (4) aspek afektif cenderung terabaikan; (5) diskriminasi penguasaan
wawasan terjadi akibat anggapan bahwa yang di pusat mengetahui segalanya
dibandingkan dengan yang di daerah, yang di daerah merasa mengetahui semuanya
dibandingkan dengan yang di cabang, yang di cabang merasa lebih tahu di bandingkan
dengan yang di ranting, begitu seterusnya. Jadi, diskriminasi sistematis
terjadi akibat pola pembelajaran yang subjek—objek; dan (6) pengajar selalu
mereduksi teks yang ada dengan harapan tidak salah melangkah. Teks atau buku
acuan dianggap segalanya jika telah menyampaikan isi buku acuan berhasillah
dia.
Pembelajaran masa kini dirancang
dengan berbagai model pembelajaran berdasarkan multikarakter siswa dan
multikonteks belajar dengan berorientasi pada konsep bahwa (1) setiap peserta
didik adalah unik. Peserta didik mempunyai kelebihan dan kelemahan
masing-masing. Oleh karena itu, proses penyeragaman dan penyamarataan akan
membunuh keunikan tersebut. Keunikan harus diberi tempat dan dicarikan peluang
agar dapat lebih berkembang; (2) anak bukan orang dewasa dalam bentuk kecil.
Jalan pikir anak tidak selalu sama dengan jalan pikir orang dewasa. Orang
dewasa harus dapat menyelami cara merasa dan berpikir anak-anak. Yang terjadi
justru sebaliknya, pendidik memberikan materi pelajaran lewat ceramah seperti yang
mereka peroleh dari bangku sekolah yang pernah diikuti; (3) dunia anak adalah
dunia bermain tetapi materi pelajaran banyak yang tidak disajikan lewat
permainan. Hal itu salah satunya disebabkan oleh pemb erian materi pelajaran
yang jarang diaplikasikan melalui permainan yang mengandung nuansa filsafat
pendidikan; (4) usia anak merupakan usia yang paling kreatif dalam hidup
manusia. Namun, dunia pendidikan tidak memberikan kesempatan bagi kreativitas
anak.
Pada kenyataannya, pola
pengajaran dengan ciri berpusat pada guru itu memang sulit untuk dihindari
karena guru terlanjur mempunyai memori yang kuat dan melekat sejak pertama
mengajar sampai saat ini. Hasilnya, alih-alih siswa paham akan konsep
pembelajaran, dia malah tidak paham akan materi yang diberikan selama
pembelajaran karena lebih banyak mengantuk, mengobrol, dan asyik dengan gambar
di bukunya. Sang guru senang karena pembelajaran terasa tenang, senyap, diam,
dan semua wajah tertuju pada guru dengan bibir terkatup tanda setuju. Begitulah
warna pembelajaran yang berpusat pada guru dan siswa sebagai konsumen. Sudah
saatnya, guru menjadi subjek yang dinamis dan kreatif sehingga mampu menyerap
perkembangan pembelajaran masa kini. Untuk lebih jelasnya, perhatikan berikut ini.
- Mendengarkan
penjelasan guru sepanjang hari tanpa memberikan respon dan penilaian terhadap materi yang disajikan
- Mencatat
semua informasi yang dituliskan guru di papan tulis dan didiktekan guru secara
lisan tanpa sedikitpun memberikan pandangan dan catatan menurut pikirannya
- Memberikan
jawaban dengan mengulangi kata-kata yang pernah disampaikan guru atau
imengulangi nformasi yang tertuang dalam buku teks.
- Mengulangi
kata-kata guru secara koor sewaktu guru memberikan jawaban sepotong-potong dan
potongan jawaban yang lain dijawab bersama-sama seperti `kita perlu membuat
kali………’ , kata guru dan siswa meneruskan dengan `maaaat’.
- Menghasilkan
karya dan solusi permasalahan setelah disajikan `resep’ rinci dari guru.
- Membuat
laporan dengan bahasa dan pedoman baku dari guru. Kadangkala jenis laporan
seperti ini, cukup hanya melengkapi satu atau dua kata pada ruang kosong yang
disediakan.
- Ketika
seorang siswa bertanya, `Pak, apakah teori itu dapat diterapkan di sini?’. Guru
langsung mengatakan, `Kamu tahu kan bahwa teori itu hanya bias diterapkan di
Eropa saja, ya…kan’. Jawaban guru disertai wajah sisnis yang terkesan
menganggap pertanyaan siswa itu sebagai pertanyaan konyol.
- Mengajukan
pertanyaan, berkomentar terhadap suatu pendapat, menjawab pertanyaan secara
kreatif
- Membuat
karangan kreatif berdasarkan pengalaman dan imajinasinya. Kadangkala dalam
karangan itu disertai gambar untuk memperjelas bahasa tulis.
- Memberikan
jawaban sendiri secara kritis dengan alasan melalui hasil penalaran logis
- Mengomentari
jawban guru sambil mengungkapkan alasan tanda kesetujuannya atau
ketidaksetujuaan
- Menghasilkan
karya dalam bentuk model, tulisan, produk teknologi sederhana
- Membuat
laporan dengan bahasa dan pola sendiri. Laporannya penuh imaginasi dan uraian
yang disajikan sangat lengkap dan rinci
- Ketika
seorang siswa bertanya, `Pak, apakah teori itu dapat diterapkan di sini?’. Guru
langsung mengajukan pertanyaan juga, `Menurutmu bagaimana dapat atau tidak
diterapkan? `Kalau dapat, apakah teori itu mengalami penyesuaian?’ `Kalau tidak
dapat, apakah tidak teori itu digantikan teori lain?’
Guru berprestasi tidaklah akan
cepat puas dengan salah satu tindakan yang dilakukannya di dalam kelas sebelum
mendapatkan hasil yang memuaskan bagi dirinya, siswa, dan kepentingan akademis.
Banyak jalan menuju Roma, begitu pula banyak jalan untuk menjadi guru yang
terbaik di antara yang baik. Guru yang seperti itu biasanya apabila mengajar
selalu:
1. berpusat pada siswa
2. lebih senang pola induktif
daripada deduktif
3. menarik dan menantang dalam
menyajikan mata ajar
4. berorientasi pada kompetensi
siswa
5. menekankan pembelajaran bukan
pengajaran
6. memvariasikan model dan teknik
pembelajaran
7. menggunakan sentuhan manusiawi
8. menggunakan media belajar yang
menghasilkan pesan maksimal
9. menilai secara autentik
10. mengedepankan citra mengajar
Berikut ini perbandingan
pola mengajar konvensional dengan pola multimodel.
- Guru
berceramah apapun materinya.
- Guru
melakukan berbagai cara seperti: kata kunci, skema, resume, gambar, menyusun
potongan konsep, isian lanjutan, analogi, permainan, dst.
Pada kenyataannya, guru
berprestasi belum menjadi bagian dari hidup seorang guru secara otomatis dan
serta merta karena taraf hidup yang masih di bawah standar. Hal tersebut
menjadi sebuah catatan penting dalam menapaki budaya prestasi seorang guru.
Untuk itu, perlu upaya pemberdayaan guru dengan (1) menaikkan tarap hidup
melalui penguatan kesejahteraan, (2) mentransplantasikan pembelajaran modern
secara top-down, (3) menguatkan kesadaran alamiah secara bottom-up, (4) membangun
budaya kinerja yang berorientasi pada roh kebenaran pendidikan, (5) dan
meningkatkan kadar ketangguhan, kekenyalan, dan keswadayaan guru.
Bagian IV
Dengan begitu, amatlah jelas
bahwa guru berprestasi merupakan aspek penting dalam kemajuan pendidikan di
sekolah. Apalagi, saat ini, Indonesia mulai berbenah diri dalam pelaksanaan
pendidikan bagi warganya melalui diversifikasi kurikulum yang dapat melayani
kemampuan sumber daya manusia, kemampuan siswa, sarana pembelajaran, dan budaya
di daerah. Diversifikasi kurikulum tersebut pada akhirnya dapat menjamin hasil
pendidikan bermutu yang dapat membentuk masyarakat Indonesia yang
damai/sejahtera, demokratis, dan budaya saing untuk maju. Di sisi lain,
perubahan zaman yang semakin cepat menuntut pembelajaran dapat mengimbangi
perubahan tersebut.
Mengajar merupakan tugas yang
sangat kompleks. Tugas kompleks tersebut tentunya juga dimiliki oleh guru
berprestasi. Menurut Arends (dalam Kardi dan Nur, 2000:6), menjadi seorang guru
berprestasi memerlukan sifat-sifat sebagai berikut.
- Guru yang
berhasil memiliki kualitas pribadi yang memungkinkan ia mengembangkan hubungan
kemanusiaan yang tulus dengan siswa, orang tua, dan kolega-koleganya.
- Guru yang
berhasil mempunyai sikap yang positif terhadap ilmu pengetahuan. Mereka
menguasai dasar-dasar pengetahuan tentang belajar dan mengajar; menguasai
pengetahuan tentang perkembangan manusia dan cara belajar; dan menguasai
pengajaran dan pengelolaan kelas.
- Guru yang
berhasil menguasai sejumlah keterampilan mengajar yang telah dikenal di dunia
pendidikan untuk mendorong keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dan
meningkatkan hasil belajar.
- Guru yang
berhasil memiliki sikap dan keterampilan yang mendorong siswa untuk berpikir
reflektif dan mampu memecahkan masalah. Mereka memahami bahwa belajar
pengelolaan pembelajaran yang baik merupakan proses yang amat panjang sama
halnya dengan profesi lain, yang memerlukan belajar dan interaksi secara
berkelanjutan dengan kolega seprofesi.
Pembelajaran apapun yang
digunakan guru, Dryden dan Vos (2000:296) secara khusus menyarankan kepada guru
agar menggunakan enam kiat mengajar dengan efektif apabila mengharapkan hasil
belajar siswa secara maksimal. Keenam kiat mengajar dengan efektif di kelas
sebagai berikut :
a. Ciptakan kondisi yang benar
1) Orkestrakan
lingkungan
2) Ciptakan
suasana positif bagi guru dan murid
3) Kukuhkan,
jangkarkan, dan fokuskan
4) Tentukan
hasil dan sasaran; AMBAK—Apa Manfaatnya Bagiku?
5)
Visualisasikan tujuan Anda
6) Anggaplah
kesalahan sebagai umpan balik
7) Pasanglah
poster di sekeliling dinding
b. Presentasikan dengan benar
1) Dapatkan
gambar menyeluruh dahulu, termasuk perjalanan lapangan
2) Gunakan
semua gaya belajar dan semua ragam kecerdasan
3) Gambarlah,
buatlah pemetaan pikiran, dan visualisasikan
4) Gunakan
konser musik aktif dan pasif
c. Pikirkan
1)
Berpikirlah kreatif
2)
Berpikirlah kritis—konseptual, analitis, dan reflektif
3)
Lakukan pemecahan masalah secara kreatif
4)
Gunakan teknik memori tingkat tinggi untuk menyimpan informasi secara permanen
5)
Berpikirlah tentang pikiran Anda
d. Ekspresikan
1)
Gunakan dan praktikkan
2)
Ciptakan permainan, lakon pendek, diskusi, sandiwara—untuk melayani semua gaya
belajar dan semua ragam kecerdasan
e. Praktikkan
1) Gunakan di
luar sekolah
2) Lakukan
3) Ubahlah
murid menjadi guru
4)
Kombinasikan dengan pengetahuan yang sudah Anda miliki
f. Tinjau, Evaluasi, dan rayakan
1)
Sadarilah apa yang Anda ketahui
2)
Evaluasilah diri/teman/dan siswa Anda
3)
Lakukan evaluasi berkelanjutan
Bagian V
Dari kupasan di atas, tampak
jelas bahwa guru berprestasi memerlukan perubahan paradigma pendidikan dari
pengajaran bergeser ke pembelajaran. Perubahan tersebut tentunya membutuhkan
orang-orang yang berani menguji, memperbaiki, bahkan mengubah sistem dengan
menyesuaikan realitas yang ada dan berkembang selama ini di masyarakat.
Orang-orang tersebut meyakini bahwa dunia sudah berubah. Kemudian, mereka juga
harus siap berubah. Mereka tidak hanya terkungkung oleh dunia verbalistis,
yakni hanya sanggup berbicara tetapi tidak pernah berani menerapkannya atau
tidak dapat menerapkannya. Mereka tidak pula hanya NATO (Nothing Action Talk
Only) alias pandai berbicara tanpa pernah melakukan aksi nyata. Bukan mereka
yang merasa bisa tetapi tidak bisa dan bukan pula mereka yang menutup diri dari
kiprah anak-anak muda karena takut ketahuan ketidakmampuannya. Melainkan,
mereka harus konsisten dengan omongannya, berani melakukan ujicoba, tidak takut
salah, dan tidak sungkan-sungkan bertanya kepada yang tahu dan mengerti,
terbuka, dan akomodatif terhadap ide yang berkembang. Itulah yang dinamakan
guru berprestasi.
Saat ini, semua lembaga
pendidikan mulai berbenah ke arah konsep pendidikan yang baru. Sekolah formal
pun mulai menerapkan kurikulum baru yang mengarah kepada kompetensi dasar dan
bermanajemen berbasis sekolah. Kemudian, para orang tua mulai melirik
sekolah-sekolah, lembaga-lembaga pendidikan, dan sanggar-sanggar pendidikan
yang megutamakan keunggulan. Guru berprestasi juga tentunya harus mengikuti
arus perubahan dan berani mengubah paradigma pendidikan. Bukan malah bertahan
dalam Status Quo, membentengi diri dengan alasan semua pembaruan sudah ada
dalam diri mereka, bukan barang baru, kita semua bisa, dan seabrek alasan
lainnya. Yang paling penting adalah berbuat aksi senyatanya dengan mencoba dan
mengolah berbagai model pembelajaran berdasarkan kompetensi yang akan dicapai.
Daftar Pustaka
- Ardiana, Leo Idra. 2001.
Pembelajaran Kontekstual. Makalah.
- Bahruddin, Ahmad. 2007.
Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah. Jogjakarta: LKIS.
- Brown, H. Douglas. 1987.
Principles of Language Learning and Teaching. New Jersey: Prentice-Hall.
- Dahar, Ratna Wilis. 1989.
Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
- Depdikbud. 1993. Kurikulum Bahasa
Indonesia di MA/MA. Jakarta: Depdikbud.
- De Porter, Bobbi dkk. 1999.
Quantum Learning. Bandung: Kaifa.
- ———. 1999. Quantum Bussines.
Bandung: Kaifa.
- ———. 2001. Quantum Teaching.
Bandung: Kaifa.
- Dryden, Gordon dan Vos, Jeanette.
Revolusi Cara Belajar (bagian I dan II). Bandung: Kaifa.
- Fakih, Mansur, dkk. 2001.
Pendidikan Popular, Membangun Kesadaran Kritis. Jogyakarta: Insist dan Read
Book.
- Fairclough, Norman. 1995.
Kesadaran Bahasa Kritis (terj. Hartoyo). Semarang : IKIP Semarang Press.
- Gardner, Howard. 2003. Kecerdasan
Majemuk. Batam: Interaksara.
- Johnson, Elaine B. 2002.
Contextual Teaching and Learning. California : Corwin Press, Inc.
- Low, Albert. 2004. Zen
Meditation: Jurus Jitu Menenangkan Jiwa. Jogjakarta: Saujana.
- Mulder, Niels. 2007. Mistisisme
Jawa: Ideologi di Indonesia. Jogjakarta: LKIS.
- Nur, Muhammad. 2000.
Strategi-Strategi Pembelajaran. Surabaya: Pusat Studi Matematika dan IPA
Sekolah, Unesa.
- Rooijakkers, 1982. Mengajar
dengan Sukses. Jakarta: Gramedia.
- Silberman, Melvin L. 2004. Active
Learning. Bandung : Nusa Media.
- Sindhunata (ed.). 2000. Membuka
Masa Depan Anak-Anak Kita, Mencari Kurikulum Pendidikan Abad XXI. Jogyakarta:
Kanisius.
- Suyatno dan Subandiyah, Heny.
2002. Metode Pembelajaran. Jakarta: Modul Pelatihan Guru Terintegrasi Berbasis
Kompetensi.
- Suyatno. 2004. Teknik
Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC.
- Suyatno. 2005. Permainan
Penunjang Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Grasindo.
- Shor, Ira dan Freire, Paolo.
2001. Menjadi Guru Merdeka, Petikan Pengalaman. (terjemahan Nashir Budiman).
Jogyakarta: LKIS.
*) Drs. Suyatno, M.Pd adalah
Ketua Jurusan Bahasa Indonesia, Unesa. Makalah disampaikan dalam Seminar “Kiat
dan Strategi Menjadi Guru Berprestasi” yang diadakan oleh Klub Guru, di
Auditorium Indosat, tanggal 23 dan 30 Maret 2008