Saturday, April 14, 2012

Go to Hell With Your Aid Terhadap AS

Dengan tidak henti-hentinya wajiblah kita mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita kekayaan alam yang melimpah ruah, baik di daratan maupun di lautan serta sumber daya manusia yang banyak dan beragam. Keberagaman suku, bahasa dan pulau-pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang tidak dimiliki oleh bangsa manapun di dunia. Dengan nikmat itulah kita mesti bangga dan beryukur memiliki negara besar seperti Indonesia.

Kini, kata bentang dari Sabang sampai Merauke itu sudah tidak utuh lagi, karena telah lepasnya pulau Timor Timur dari NKRI, menjadi Negara tersendiri, Timor Leste. Lepasnya Timor Timur tidak lepas dari rapuh dan tidak tegasnya sikap politik luar negeri Pemerintahan kita. Dalam hal ini Pemerintah kita harus banyak belajar tentang keberanian sikap dari Bung Karno, kalau ingin kejadian Timor Timur tidak  terulang kembali.

"Go to hell with your aid" yang dikemukakan Soekarno kala itu adalah sebuah sikap politik yang tegas dan berani terhadap siapapun dan negara manapun yang coba-coba mengganggu kedaulatan NKRI tanpa kecuali termasuk Amerika Serikat. Terhadap negara tetangga Malaysia sekalipun yang satu rumpun, Soekarno dengan tegas menyatakan "Ganyang Malaysia" bila ada yang coba-coba merampas kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sikap ketegasan itulah, kini yang harus dimiliki seorang Presiden Susilo Bambang Yudoyono ketika 2500 pasukan Marinir AS mendarat di Darwin, Australia. Bagi Rakyat Indonesia pangkalan marinir AS di Darwin adalah sebuah ancaman bagi kedaulatan Indonesia.

Ancaman ini bukan tanpa alasan, seperti yang diungkapkan oleh Direktur Sabang Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan dalam diskusi yang bertema "Pangkalan marinir AS di Darwin, Ancaman bagi Kedaulatan Indonesia".  Kalau Australia dan AS itu mengklaim bahwa mereka adalah bagian dari Asia Pasifik dengan ikut mengamankan wilayah asia Pasifik, maka itu harus diwaspadai terhadap wilayah kita, khususnya Papua. Karena pada dasarnya mereka seolah-olah bersahabat dengan kita, tapi sebenarnya mereka adalah negara kolonialisme,". 

Ditempat terpisah Prof. Muhammad AS Hikam (Pengamat Politik jebolan Ohio, AS) dalam akun FBnya mengatakan mungkin terlalu pagi untuk mencurigai penempatan pasukan AS di Darwin, Australia, sebagai ancaman tehadap kedaulatan RI, tetapi kewaspadaan tinggi tetap harus ada. Perubahan geopolitik global pasca Perang Dingin, memungkinkan pergeseran locus konflik termasuk perebutan sumberdaya alam, khususnya energi. Posisi strategis Papua dan kerentanan sistem pertahanan RI menjadi daya tarik tersendiri bagi negara-negara besar untuk memperebutkannya. Perang modern tidak lagi membutuhkan penggelaran pasukan besar. Kecanggihan teknologi perang bisa diandalkan untuk intervensi dan penetrasi ke wilayah kita. 

Persoalan ini tentu jangan dianggap persoalan remeh temeh yang disikapi dengan gaya 'lebay'nya pak SBY dan jajarannya. Kita tau pemerintahan kita sangat lemah dalam bersikap tegas, Malaysia pun pernah dengan congkaknya 'meludahi' sikap politik kita beberapa kali, tapi apa sikap politik kita boleh dibilang "Lebay". Lebay dimaksud tak lain hanya bisa berkata "waspada, hati-hati, dan sederetan kata-kata lebay lainnya, tanpa mengedepankan sikap tegas kita bahwa sikap politik kita sebagai negara berdaulat, negara terbesar dan terkaya dapat diperhitungkan. 'Go to hell with your aid terhadap pangkalan Marinir AS perlu disuarakan lagi oleh pemerintahan SBY. 

Jika SBY tidak sehebat dan seberani Soekarno dengan slogan Go to hell with your aid nya, ketegasan SBY tetap diperlukan melalui pernyataan-pernyataan sikap yang lebih tegas dan elegan seperti yang diungkapkan dari seorang novelis kulit hitam AS, James Baldwin, yang mengatakan: "Tidak semua hal yang kita hadapi dapat kita ubah. Namun tidak ada sesuatu yang dapat kita ubah kecuali kita hadapi lebih dahulu." Sangat penting bagi kita untuk berani menghadapi masalah secara tegas, lalu dicarikan solusi, Jika kita mencari solusi tanpa berani berhadapan dengan persoalan, maka yg terjadi hanyalah membuang-2 waktu atau berdalih belaka. 

Dalam diskusi di group pak AS Hikam saya bertanya : Dari dulu kita memang negara pemimpin yang lemah, Bung Karno pengecualian. Cukupkah kita hanya berkata waspada dan hati-hati, sementara kita selalu kecolongan?  kewaspadaan seperti apa lagi agar NKRI tetap terjaga? 

"Untuk mencegah deployment pasukan AS di Aussie itu sebagai sebuah strategi permanen, bukan sementara sebagaimana dikatakan Pemerintah AS dan Aussie. DPR harus menyuarakan dan menekan Pemerintah bahwa rakyat RI tidak setuju dengan upaya apapun yg bersifat military build-up di wilayah sekitar Indonesia. Rakyat RI (termasuk masyarakat sipil) diberikan sosialisasi mengenai masalah Kamnas agar tetap peka dan siaga terhadap ancaman-2 tsb. Khusus mengenai Papua, yg menjadi target paling dekat, harus segera diselesaikan secara mendasar dengan pendekatan kesejahteraan dan budaya di samping pengamanan tertorial." Itulah jawaban pak Prof. MAS Hikam sekaligus menutup diskusi.

Rakyat menunggu sikap politik "go to hell with your aid ala pak Beye. Masih lebaykah presiden kita, atau menunggu Papua dicaplok?

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih Sobat Telah Berkenan Meluangkan Waktu Mengomentari dan Saya akan segera komen balik Anda. No. Porn No. Spam.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...