Friday, September 11, 2009

Membenahi Pesantren

Menyoroti perkembangan pesantren khususnya manajemen dunia pesantren memang tidak terlalu membahagiakan bagi kalangan umat Islam. Perkembangan dunia pesantren mengalami pasang surut hingga  membuat kita miris dan masih jauh dari profesional, bila dibandingkan dengan  organisasi keagamaan non Islam. Kelemahan ini ternyata memang sudah dimulai dari Lembaga yang paling tinggi, Departemen Agama. Nah sahabat Ramli menuliskannya melalui hasil pengalamannya sebagai seorang pendidik, berikut tulisannya.


Kalau Al-Quran sudah kita akui sebagai pedoman hidup, maka sebagai muslim sepantasnya kita tidak sekedar membacanya tapi mempelajari kandungan isinya dan berusaha mengamalkan isinya. Di Pesantren kami belajar dan mengajarkan ini, tapi masih banyak yang harus dibenahi.




Pesantren (PP) dapat dikatakan sebagai cikal bakal model pendidikan Islam di Indonesia. Ada  lebih 14.600 pesantren di Indonesia yg tercatat di DEPAG, yang kebanyakan berada di rural area. Pesantren juga menjadi andalan orang tua yg tidak memiliki cukup dana untuk menyekolahkan anaknya. Sebagian besar pesantren tidak bersifat komersial, sejalan dg ajaran Islam yg menganjurkan agar mempermudah jalan bagi para penuntut ilmu.Dahulu pesantren lahir tanpa, lisensi dari pemerintah, tp sekarang ini kebebasan untuk mendirikan pesantren sepertinya agak dibatasi sejalan dg isu terorisme yg dikaitkan dg aktivitas di pesantren. Beberapa pesantren yg diselidiki, dimatai2  tak jarang dituduh tanpa ada bukti sbg antek teroris, sampai kegiatan dibulan ramadhan 1430 H kali inipun tak luput dari pantauan polisi dan intel.

Banyak pesantren yg telah bermetamorfosis menjadi lebih modern dg menambahkan kurikulum diknas ke dalam madrasah2 yg mereka dirikan, pun pesantren yg mengajarkan keprofesian tertentu kpd santri, seperti Pesantren Attaqwa, Darul Fallah, Darun Najah, Hidayatullah, dll. Fenomena ini membuktikan bhw pesantren tidak mau ketinggalan kereta kemajuan.Namun tetap saja kita tdk bisa memungkiri data yg menunjukkan bhw kualitas lulusan pesantren atau madrasah berada di bawah lulusan sekolah umum, terlihat dari angka UAN dan kelulusan di UMPTN. Opini masyarakat pun belum bisa kita dobrak. Masih beredar anggapan yg meremehkan pesantren sbg lembaga pendidikan yg bonafide.


Fenomena ini pun seharusnya memicu pesantren untuk bergiat. Saya sebagai orang yg pernah di pesantren ingin melakukan autokritik krn selama ini kebanyakan kritik muncul dr orang di luar pesantren.

Subject yang diajarkan di Pesantren tidak saja banyak tapi pun tumpang tindih. Dalam kasus PP yang mengintegrasikan kurikulum Diknas, Depag dan local content, seperti PP Attaqwa, Darul Fallah, dan lainnya terdapat mata ajaran yg sebenarnya sama isinya, misalnya dalam kurikulum Depag tdpt materi Aqidah Akhlaq, di kurikulum PP pun tdpt Akhlakul banin wal banaat. Pun materi Bahasa Arab sejalan dg pelajaran mahfuuzot, mutholaah, nahwu shorof di pesantren. Jika materi di pesantren dimaksudkan untuk menambah bobot materi Depag, mk seharusnya tdk ada duplikasi dan outcome-nya semestinya siswa sangat fasih berbahasa Arab. Demikian pula dg materi Fikih, siswa pun seharusnya menjadi siswa yg benar2 plus.

Yang patut direform adalah : content dan sistem evaluasi yg harus terdefinisikan dg jelas. Jika suatu subject adlh alat untuk mempelajari ilmu yg lain, misal bahasa, mk target yg hrs diraih siswa hrs jelas. Misal dg menguasai Bhs Arab, siswa dpt memahami makna Al-Qur'an, membaca hadits, memahami literatur Arab, berkomunikasi dalam bahasa Arab. Sistem evaluasi hrs dapat mengukur ability dan achievement siswa. Barangkali patut pula memikirkan test kemampuan bahasa semacam TOEFL or TOIEC untuk bhs Arab. Fikih dan akhlaq seharusnya bisa diukur dg pengamalan ibadah dan personality siswa. Benarkah dia sholat minimal 5 kali sehari, bagaimana sikap, motivasinya dlm belajar, relasinya dg teman, guru dan orang sekitarnya.

Evaluasi pembelajaran Al-Qur'an juga semestinya terukur dg betulkah tajwid siswa, lancarkah bacaannya, berapa jam dia membaca Al-Quran per hari, berapa juz yg dia hafal.Untuk mewujudkan itu semua, maka guru pun harus direform. Guru harus ditraining agar memahami betul apa tujuan subject yg diajarkannya, bgmn mencapainya, dan bgm mengevaluasinya. Harus pula mulai dikembangkan Teacher Appraisal System. Selain tentunya memberikan gaji yg layak kpd mereka. Namun hal terakhir ini sepertinya sulit diterapkan di pesantren krn kehidupan zuhud yg mereka jalani. Banyak pelajaran berharga yg saya dapati dalam diri asaatidz yg mengabdi di pesantren. Kesederhanaan hidup salah satunya. Bahwa rizki dari Allah sebenarnya sangat cukup. Yang terpenting kembangkan image untuk tidak iri thd harta orang lain. Kehidupan mereka juga merupakan cermin berharga bagi para santri
Sumber  : http://www.geocities.com/pesantren1.html

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih Sobat Telah Berkenan Meluangkan Waktu Mengomentari dan Saya akan segera komen balik Anda. No. Porn No. Spam.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...