Buku "Tak Putus Dirundung Malang" ini merupakan cetakan yang keempat belas yang diterbitkan PT. Dian Rakyat pada tahun 1995 yang ditulis oleh Sutan Takdir Alisjahbana. Berikut resensi dari buku ini.
Syahbudin, presiden rumah tangga dengan dua orang anak, kesabaran dan ketabahan adalah jiwa kekuatan, dia ditinggal mati oleh istrinya karena terlalu pahit akan kemiskinan yang dipikulnya, kehidupan sayahbudin dapat dilalui tanpa istrinya, kesibukan kesana-kemari mencari pekerjaan dan mengurusi 2 orang anak membuat dia lalai akan api kecil disudut ruangan beralaskan kayu sehingga membakar istana kecilnya dengan cepat. Dengan semangatnya yang tersisa 70% dia masih mampu membuat istana kecil dan mungil berlantaikan tanah dan tidur beralaskan tikar.
Pekerjaan syahbudin hanyalah dengan mencari buah kelapa ke negeri seberang, tiada pernah meninggalkan anaknya. Laminah dan mansur selalu bersenang hati bila berada di sisi ayahnya. Akan tetapi hasil tak cukup buat makan seminggu.
Dalam mencari kehidupan yang mapan, Syahbudin pergi merantau dan meninggalkan 2 hartanya itu, laminah dan Mansur sungguh sedih dan menangis atas kepergian ayahnya. Mereka berdua sudah dipasrahkan yaitu paa adik kandung Syahbudin, dalam beberapa bulan ayahnya kembali ke negeri ketahun tanah kelahiran, uang yang didambakan kni berganti dengan kecemasan dan ketakutan pada penyakit yang diderita Syahbudin, apalah daya ilmu nenek Zaleka, dukun yang termahir tidak dapat menghalangi tugas malaikat pencabut nyawa. Lengkap sudah penderitaan mreka berdua tanpa berkeluarga di dunia ini, akan tetapi segala sayang pada mereka, sehingga diasuh bagai anak sendiri.
Pada usia 15 tahun anak yatim piatu itu hidup masih berada di tangan jesipah dan suaminya, entah karena apa kasih sayang yang dulu diberikan oleh suaminya berganti dengan kebencian dan penyiksaan tiada henti, dalam usia masih dini mereka dipaksa untuk bekerja yang berat hingga tulang muda itu tanpa pernah diberi waktu untuk beristirahat sedikitpun.
Masduki anak Jesipah yang masih kecil itu gemar sekali bermain dengan Laminah seperti halnya anak desa lainnya. Mainan itu terbuat dari kulit jeruk dengan senang hati Marzuki memainkannya tanpa terasa kaki Marzuki tergores oleh pisau yang ada didekat Laminah, anak kecil itu menangis tak terkendali, darah Laminah seakan berhenti melihat kjadian itu, rasa takut dan khawatir akan apa yang akan dilakukan oleh madangnya nanti, tapi syukur rasa ketakutan kni tiada lagi karena Jesipah telah berbohong pada suaminya tentang kejadian itu, beberapa jam Laminah masih dapat merasakan ketenangan jiwanya, sungguh sangat disayang Marzuki telah menceritakan kebenarannya kepada ayahnya, bagai petir di mendung keluar suara madang bercampur amarahnya memanggil Jesipah dan Laminah, tanpa banyak kata, pukulan yang tak terelakkan terus-menerus mengenai tubuh Jesipah, berganti pada Laminah, punggung yang masih lentur kini terbebani kayu berukuran besar tanpa bisa dihitung lagi, 2 itu diusir dari rumahnya ditambahkan caci makian dan pukulan untuk kesekian kali, entah kenapa Laminah hanya diam dan membisu tidak dapat melarikan diri dari tangan madang algojo itu.
Hatta Mansur seharian berada di pantai mencari sesuatu yang dapat dimakan oleh keluarganya di rumah, tanpa sesuap nasi dan setetes air yang masuk diperutnya. Seorang kakak tentu merasakan apa yang dirasakan oleh adiknya, begitu juga Mansur, dengan lekas dia berlari-lari menuju rumah + 200 langkah tedengar olehnya suara tangis dan jeritan seseorang perempuan, Mansurpun semakin khawatir, tepat dipunggung Laminah pukulan itu terhenti Mansur menariknya dengan sekuat tenaganya, tanpa pertimbangan lagi Mansur mangajak Laminah untuk meninggalkan rumah yang penuh penyiksaan itu dan dibawanya ke rumah Datuk Hatim, dengan senang hati Datuk dan Andung Saripah menerima mereka, Laminah kesehatannya sangat buruk, ketakutan dan kedinginan, karena lebatnya hujan air, terlalu banyak derita dengan ekat yang bulat Mansur berniat meninggalkan negeri ketahun karena madang algojo itu selalu mencarinya. Dalam angin malam mansur kerumah Jesipah lewat pintu belakang dan meminta izin pergi ke Bengkulu. Jesipah resah karena di Bengkulu itu tak ada sanak famili, memang brat bagi mereka meninggalkan Jesipah dan tanah kelahirannya.
Laminah dan Mansur mengembara dari dusun ke dusun melewati hutan lebat dan jalan berbatu tajam. Sampai menjelang gelap mereka menginap di beranda orang Cina. Suasana alam telah terdengar membangunkan impian mereka. Persawahan masih tetap ditelusuri dan masuklah mereka ke kebun yang amat luas yang tidak pernah ditemui sebelumnya. Mereka duduk sebentar merasakan angin di bawah pohon Limau, penjaga kebun itu menghampiri dan bertanya pada mereka. Mamak patik sangat baik, rasa kasihan melihat mereka yang tak tahu harus melangkah kemana lagi. Mamak Patik membawa ke rumah untuk sementara sampai mereka mendapat pekerjaan. Lama dicari pekerjaan yang mereka harapkan akhirnya mereka peroleh yakni pekerjaan menjadi pelayan di toko roti. Pekerjaan baru itu membuatnya lupa akan kemiskinan selama ini, mereka berdua mendapatkan makan dan tempat tinggal secara gratis. Mansur bekerja untuk mengantarkan barang kesana-kemari di sekitar Bengkulu.
Bulan berganti bulan Laminah tumbuh menjadi gadis remaja yang sangat menarik, para bujang pekerja toko itu sangat suka dengan Laminah tapi tentunya takut dengan kakaknya, tiap hari pekerja toko itu selalu berebut mendapatkan Laminah, dengan kebaikan dan kasih sayang tak lupa hartanya mereka berikan buat gadis idaman itu, dalam beberapa hari ini Laminah terasa khawatir tak tentu sebabnya, kurang tidur dan sering kali kedinginan seakan ada firasat bahaya yang akan menimpanya seperti mimpi-mimpi ngeri yang selalu menghantuinya.
Seminggu yang lalu Tokeh menerima seorang pekerja kuli kontrak, Sarmin namanya, semua kehidupannya tergantung pada kekuatan tulangnya dan bersemboyan “hari ini untuk hari ini, besok dapat kita berfikir”. Dengan datangnya Sarmin Laminah makin hari semakin tak senang. Seakan hidupnya dalam bahaya ketakutan.
Kesenangan hidup yang dikecamnya dalam beberapa hari ini seakan kembali senyap, Mansur sangat kasihan melihat adiknya dengan perundingan mereka bersepakat untuk pergi dari toko itu, yang menunggu sampai akhir bulan, pekerjaan dilakukan seperti biasa, Laminah ke belakang dan membersihkan sebeban piring, Sarmin mengikutinya dan berniat untuk merampas kegadisannya, Laminah sangat takut dengan adanya Sarmin di sampingnya, dengan secepat kilat Sarmin berusahan menodai gadis itu, hanya jeritan yang keluar dari mulut Laminah dan berusaha untuk lari dari genggaman tangan rakur itu. Para pekerja tidak berani menolongnya karena takut dengan kekuatan Sarmin.
Laminah kini hanya diam dan menangis menyesali akan peristiwa itu, Mansur tiada mengerti sehingga dia menceritakan duduk kejadiannya. Tanpa menunggu lama Mansur membawa pisau berniat untuk membunuh Sarmin, mereka saling mengadu kekuatan dan bersilat kuda. Tiada lagi yang dapat memisahkannya kecuali dengan pistol Tokeh , karena kesalahan ada dipihak Sarmin maka dikeluarkan dari toko itu tiada lagi untuk dibendung keinginan untuk meninggalkan toko roti ini, dan mencari pekerjaan baru Darwis dan Malik setelah beberapa bulan mendengar kabar Mansur, yang dipenjara karena mencuri uang orang Jepang tepatnya bekerja tanpa menunggu beberapa hari lagi Darwis bermaksud kelrumah Laminah dengan biaya kebaikannya dulu Darwis mendapatkan Laminah. Malam telah terjadi tragedi pada Laminah, yang sudah tak tahan lagi menanggung noda kehidupannya tanpa berpikir panjang Laminah dalam lautan yang tak terbatas.
Mansur telah keluar dari penjara dan mendengar cerita itu dan tiada lagi semangat hidupnya, hanyalah ingin mati di pelabuhan laut seperti adik kesayangannya, hingga beberapa tahun terjadi apa yang diharapkannya itu.
Nilai negatif dari cerita ini adalah:
o Mansur dan Laminah mudah putus asa dan mengambil jalan yang keliru, bunuh diri
o Kekejaman hawa nafsu pekerja toko terhadap Laminah
Setiap sesuatu itu dapat diambil hikmahnya:
o Dalam menghadapi liku-liku kehidupan hendaknya selalu sabar dan tabah tanpa lupa dengan ikhtiar dan tawakal
o Suatu usaha harus kita coba dalam beberapa hal
o Kemiskinan bukanlah penghalang bagi keberhasilan
o Rasa sayang Mansur terhadap Laminah tidak bisa dipisahkan, selalu dalam kesetiaan.
Buku ini bagus sekali untuk dibaca oleh kalangan remaja islam, karena mengandung banyak amanah yang terkandung dalam hidup dan dapat menjadi pelajaran. Takdir kehidupan tiada yang dapat memvonis hanya bisa dirasakan dimasa dulu hingga sekarang.
Judul Buku : Tak Putus Dirundung Malang
Penulis :
Penerbit : Dian rakyat
Tebal : 116 halaman
Edisi : Cetakan keempat belas 1995
Penulis :
Penerbit : Dian rakyat
Tebal : 116 halaman
Edisi : Cetakan keempat belas 1995
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih Sobat Telah Berkenan Meluangkan Waktu Mengomentari dan Saya akan segera komen balik Anda. No. Porn No. Spam.