Sunday, March 25, 2012

Mungkinkah Kita Beralih Ke Sistem Ekonomi Islam?

Gelagat mendekati 1 April 2012 sudah ditabuh genderang 'perang'' oleh sebagian besar komponen masyarakat dari berbagai kelompok. Gelagat ini berkaitan  diberlakukannya kenaikan harga BBM yg akan menyulut kemarahan rakyat dimana-dimana. Jika melihat hasil survey Lembaga Survey Indonesia (LSI) pada bulan ini, 94% mayarakat pedesaan menolak kenaikan BBM, 77% masyarakat perkotaan menolak kenaikan BBM, dan 85% seluruh rakyat Indonesia menolak kenaikan BBM pula.

"....Ternyata, hanya satu yang mendukung kenaikan BBM, yaitu Lembaga Pemeringkat Luar Negeri. Ternyata pemerintah lebih pro kepada asing dan mengabaikan suara rakyat yang mayoritas, ini adalah sebuah pengkhianatan," Begitu teriakkan Rahmat Kurnia ketua Jamaah Anshorut Tauhid saat demo yg baru lalu. Bahkan akan adanya upaya memaksakan rencana kenaikan BBM tersebut karena ada upaya mensetting situasi chaos untuk menjadikan alasan menghancurkan kelompok-kelompok yang bersaing.

“Nampaknya ada skenario yang dipaksakan kelompok-kelompok lain sehingga nanti mengalami collaps, sehingga menjadi alasan untuk menghancurkan kelompok-kelompok yang bersaing ini, saya dengar juga ada skenario begitu,” kata Ustadz M. Achwan menambahkan.
Carut marutnya perekonomian negara sangat erat terkait dengan sistem ekonomi dan politik yang dianut dan diadopsi oleh suatu negara. Karena  pemerintah Indonesia menganut sistem ekonomi pasar (kapitalisme), maka perekonomian di Indonesia sangat rawan krisis. Kapitalisme berdiri di atas mekanisme spekulatif dan ekonomi ribawi sehingga sangat mereduksi sektor ril. Padahal, sektor ril yang mampu membuat bertahan suatu negara dari terpaan krisis.

Pemerintah perlu mengambil pelajaran dari situasi ini, pemerintah harus berani beralih kepada sistem ekonomi Islam yang sangat manusiawi, dan mengatur distribusi ekomoni degan adil dan merata. Serta meninggalkan kebusukan demokrasi yang syirik kepada Syari’ah Islam yang berpijak kepada tauhid.

Sistem ekonomi Islam, sangat jauh berbeda dengan kapitalis yang memberikan bahkan menjamin kebebasan individu dalam mengelola semua sektor dalam kehidupan, dalam Nizham Al Islam taqiyudin an Nabhani menerangkan bahwa sistem ekonomi Islam telah membagi kepemilikan menjadi tiga, yaitu yang pertama kepemilikan individu (al-milkiyah al-fardiyah) seperti : hasil kerja bekerja, warisan, hibah, hadiah. Kedua, kepemilikan umum (al-milkiyah al-'âmmah) seperti : fasilitas umum, bahan tambang dan sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki individu, dan yang ketiga kepemilikan negara (al-milkiyah ad-dawlah) yaitu harta seluruh kaum muslimin, sementara pengelolaannya menjadi wewenang dan amanah negara, sehingga negara dapat memanfaatkannya untuk kepentingan rakyatnya.

Rasulullah saw bersabda:

الناس شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ

“Manusia itu berserikat (bersama-sama memiliki) dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.” [HR Ahmad, Abu Dawud, An Nasaaiy, dll). Dalam hadits yang diriwayatkan Ibn Majah dari Ibnu Abbas ada tambahan, "dan harganya haram":

المسلمون شركاء في ثلاث في الماء والكلأ و النار وثمنه حرام

"Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal; air, padang rumput, dan api, dan harganya haram." [HR. Imam Ibnu Majah]

Dalam hadistnya, Rasulullah saw menjelaskan bahwasanya tambang yang jumlahnya melimpah tidak boleh dialihkan kepemilikannya kepada individu atau swasta. Rasulullah saw pernah menarik kembali tambang garam yang diberikannya kepada Abyad bin Hamal, setelah beliau mengetahui jumlahnya melimpah ruah bagaikan air mengalir. Imam Abu Dawud menuturkan sebuah hadits dari Ibnu al-Mutawakkil bin ‘Abd al-Madaan, dari Abyad bin Hamal ra, bahwasanya ia berkata:

أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ قَالَ ابْنُ الْمُتَوَكِّلِ الَّذِي بِمَأْرِبَ فَقَطَعَهُ لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنْ الْمَجْلِسِ أَتَدْرِي مَا قَطَعْتَ لَهُ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ قَالَ فَانْتَزَعَ مِنْهُ

“Sesungguhnya, Abyad bin Hamal mendatangi Rasulullah saw, dan meminta beliau saw agar memberikan tambang garam kepadanya.  Ibnu al-Mutawakkil berkata,”Yakni tambang garam yang ada di daerah Ma’rib.”  Nabi saw pun memberikan tambang itu kepadanya.  Ketika, Abyad bin Hamal ra telah pergi, ada seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukan Anda, apa yang telah Anda berikat kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd)”. Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah saw mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hamal).” [HR. Imam Abu Dawud]

Imam Abu Dawud juga menuturkan sebuat riwayat dari Mohammad bin Yahya bin Qais al-Ma’rabiy dari Abyad bin Hammal ra, bahwasanya dia berkata;

أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَقْطَعَهُ الْمِلْحَ ، فَلَمَّا أَدْبَرَ ، قَالَ رَجُلٌ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَتَدْرِي مَا أَقْطَعْتَهُ ، إِنَّمَا أَقْطَعْتَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ ، قَالَ : فَرَجَعَ فِيهِ

“Sesungguhnya Abyad bin Hammal ra berkunjung kepada Nabi saw, dan Rasulullah saw memberinya tambang garam. Ketika Abyad bin Hammal telah pergi, seorang laki-laki berkata, “Ya Rasulullah, tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepadanya?  Sesungguhnya Anda telah memberinya sesuatu seperti air mengalir”. Abyad bin Hammal berkata, “Rasulullah saw menarik kembali pemberian itu”. [HR. Imam Abu Dawud]

Larangan tersebut tidak terbatas pada tambang garam saja. Mencakup secara umum, meliputi setiap barang tambang apa pun jenisnya tatkala jumlah (depositnya) sangat banyak atau tidak terbatas.

sumber: arrahmah.com

0 comments:

Post a Comment

Terima kasih Sobat Telah Berkenan Meluangkan Waktu Mengomentari dan Saya akan segera komen balik Anda. No. Porn No. Spam.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...