Membangun Masyarakat Madani Berbasis Kearifan Lokal

Kegundahan Emhusni Mubarok terhadap orang-orang yang dianggap "religius" itu orang-orang yang baik ternyata jauh panggang dari api. Ia mengatakan "...saya pernah merasakan hidup ditengah-tengah masyarakat yang mengaku “religious” tapi ternyata, setelah ditilik lebih dalam lagi sepertinya tidak.

Lindungi Anak dari Dunia Maya

Dunia maya yang tanpa batas menyimpan bahaya, utamanya buat anak-anak dan remaja. Untuk melindungi anak dari bahaya dunia maya, perlu keterbukaan komunikasi antara orang tua dan anak. Terdengar klise memang. Namun, sebenarnya itulah kuncinya.

Daftar Peserta Sertifikasi 2012

Informasi calon peserta setifikasi guru 2012 Kabupaten Bekasi yang berisi daftar guru lolos dan telah memenuhi persyaratan sebagai bakal calon peserta sertifikasi guru tahun 2012 sesuai database NUPTK per tanggal 30 september 2011 berjumlah 2.747 guru.

Peran IT dan Internet Bagi Pengembangan Pendidikan Anak

Internet memang bagaikan dua sisi mata uang dan pisau bermata dua. Ada sisi positif dan negatif. Kasus-kasus yang terjadi seperti, penghinaan, perselingkuhan, pencemaran nama baik, penipuan, pelecehan seksual, pornografi hingga penculikan dan bunuh diri,

Horeee..Aku LULUS

Untuk memilih perguruan tinggi yang ideal dan tepat atau yang sesuai dengan keinginan tidaklah sulit, walaupun begitu ternyata masih banyak diantara siswa/siswi SMA/SMK yang baru lulus mengalami kesulitan dalam menentukan perguruan tinggi pilihannya.

Friday, May 4, 2012

Memburu Roh Guru Berprestasi (Bagian 1 dari 2 Tulisan)

Di tengah terbukanya arus globalisasi dan informasi, hingga menjadi ''marak"nya peserta didik kita dalam mengidolakan para artis, sampai2 mengabaikan konsentrasi belajarnya yg lebih pokok.  Dari tahun ke tahun kualitas peserta didik semakin turun baik dari segi kualitas maupun identitasya sbg pelajar. Berbagai diskursus tentang dunia pendidikan pun banyak sudah digelar, tetapi perubahan karakter siswa maupun pendidiknya tidak ada perbaikan yang signifikan. Baik juga untuk kita urun rembug mendiskusikan tentang dunia pendidikan dinegeri kita ini agar lebih baik lagi. Yang menjadi pertanyaan dimanakan letak kesalahannya, sistem pendidikankah, murid atau guru sbg pendidik ?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, tentu tidak lepas dari sejauhmana seorang guru dapat memahami perannya sebagai seorang guru agar dikatakan menjadi guru yang  berhasil atau berprestasi? baiknya kita telaah narasi di bawah ini.

Perempuan, guru, Bu Mus, dengan asyiknya berbincang dengan para siswa yang hanya berjumlah 12 anak, meskipun gedung mau ambruk, lantai kusam, dan dinding bolong-bolong. Keasyikan seorang ibu guru yang berbayar rendah itu berjalan mulus karena sesuai dengan titik sentuh murid-muridnya. Pada akhirnya keduabelas murid itu melangkah untuk menjalani perkembangan diri sesuai dengan karakteristik masing-masing. Ketika besar, anak-anak itu menjadi orang. Apakah Bu Mus yang telah membingkai keduabelas anak itu disebut guru berprestasi?

Kemudian, Pak Fredy seorang guru yang energis, sering ikut pelatihan, akrab dengan internet, dan dikenal pimpinan, selalu memenangi beberapa perlombaan untuk guru. Murid-muridnya senang akan kessuksesan Pak Fredy. Namun, dari 40 murid, hanya lima murid yang kelak mampu menemukan jati dirinya, sedangkan yang lainnya sampai tua masih mencari-cari jati diri. Hal itu terjadi karena Pak Fredy lebih mengutamakan kemajuan anak-anak tertentu asalkan materi pembelajaran dapat terlaksanakan sesuai kurikulum. Apakah Pak Fredy dapat disebut guru berprestasi?

Lain lagi dengan Pak Toyo, tidak pernah kenal internet, buta dengan lomba, dan penampilan biasa-biasa saja, namun dia mengenali muridnya satu demi satu sehingga mampu menentukan menu pembelajaran yang sesuai dengan masing-masing anak. Pak Toyo selalu datang ke sekolah tepat waktu, menyapa anak, dan melihat materi yang akan diajarkan. Kebiasaaan itu menjadi warna sehari-hari Pak Toyo. Murid-muridnya mampu menembus jati diri masing-masing sehingga berkembang sampai pada tingkat pendidikan yang tertinggi dan mendulang pekerjaan sesuai dengan karakternya. Apakah Pak Toyo disebut guru berprestasi?

Sebenarnya, kita sangat susah menentukan apakah guru itu berprestasi atau bukan sebelum mengetahui apa yang dimaksud dengan berprestasi. Kalau guru prestasi diukur melalui keberhasilan anak menemukan jati dirinya, Ibu Mus dan Pak Toyolah yang disebut berprestasi. Namun, jika berprestasi dimaknai sebagai sering menang lomba, jago internet, dan dekat dengan pimpinan, Pak Fredylah yang jadi guru berprestasi. Kalau kedua orang itu dikatakan sebagi guru yang berprestasi, guru lain yang jumlahnya mungkin ribuan bahkan jutaan di Indonesia yang tidak akan seperti kedua guru dapat dikatakan tidak berprestasi. Artinya, saya dan pembaca yang lain pernah dan bahkan selalu diajar oleh guru yang tidak berprestasi.

Bagian II

Kata berprestasi mengarah pada keunggulan, keberhasilan, dan kepuncakan sesuatu. Kalau memang demikian artinya, sangat susah untuk menentukan apakah seorang guru itu berprestasi atau bukan. Prestasi sebenarnya merupakan perwujudan makna kesadaran penuh seseorang. Seseorang mecuci piring lalu piring itu bersih bukan sebuah prestasi, tetapi seorang mencuci piring mencoba untuk lebih sadar dalam mencuci piring, lebih menyadari gerakan tangannya dan menyadari perbuatannya demi kesehatan orang lain justru itulah yang lebih dapat dikatakan berprestasi. Begitu pula guru yang mengajar lalu nilai anak itu tinggi bukanlah sebuah prestasi. Namun, guru yang mengajar sehingga nilai anak itu tinggi kemudian merasakan kesadaran penuh proses mengajarnya, sadar akan perubahan yang terjadi dalam diri muridnya, dan sadar bahwa nilai tinggi itu memberikan motivasi bagi anak untuk berjuang lagi dapat dikatakan sebuah prestasi.

Oleh karena itu, siapapun guru itu perlu untuk mencoba mengambil peran aktif dalam membangkitkan kesadaran dirinya. Pada akhirnya, kesadaran sebagai seorang guru menjadi dasar dari segalanya, termasuk semua tindakan, semua pikiran, dan semua perasaannya. Seorang master dari Tibet (dalam Zen Meditation, 2004:110), berkata bahwa menggabungkan kesadaran dan tindakan seperti mencampur minyak dengan air, seperti mencoba keluar dari kulit kita sendiri. Oleh karena itu, guru berprestasi tidak perlu mencampurkan antara kesadaran tindakan, pikiran, dan perasaan namun cukup menyinergikan ketiga aspek itu. Guru yang mempunyai kesadaran penuh dapat dikatakan telah masuk pada wilayah kebenaran sebuah pembelajaran. Jadi, guru berprestasi adalah mereka yang berada dalam sebuah kebenaran.

Kebenaran tentang hubungan dengan murid, kebenaran dalam penggunaan media, kebenaran memilih materi, kebenaran memainkan metode, kebenaran sebagai seorang guru, dan kebenaran tentang jembatan sebuah kehidupan merupakan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Ibu Atik, yang sadar bahwa dalam pemahaman sebuah konsep ilmu, anak memerlukan sarana untuk masuk dalam titik sentuhnya. Ibu Atik dapat dikatakan telah mempunyai pemahaman pada sebuah kebenaran media. Pak Giran, yang sadar bahwa kedekatannya dengan murid menumbuhkan kekuatan cinta dapat dikatakan sebagai seseorang yang menjalankan kebenaran berhubungan dengan muridnya. Pak Mukhson, yang sadar tidak semua materi cocok dengan muridnya kecuali materi yang telah diseleksi dapat dikatakan sebuah telah memahami kebenaran dalam pemilihan materi. Begitu pula seterusnya, guru membangun kebenaran sejati untuk masuk dalam ruang pendidikan yang sebenarnya.

Dari uraian di atas, dapat dikatakan berprestasi merupakan wujud dari sebuah pencapaian kebenaran. Guru berprestasi adalah guru yang berada dalam roh kebenaran sejati yang sadar akan citra diri berdasarkan ketulusan dan keikhkasan. Sebaliknya, guru yang tidak berprestasi adalah guru yang pura-pura berada dalam jalur kebenaran tetapi justru merusak perkembangan anak baik secara pelan-pelan maupun frontal.

Sebenarnya, secara kodrati semua manusia berada dalam lingkungan kesadaran atas sebuah kebenaran kehidupan sehingga melahirkan ketulusan dan keikhlasan. Begitu pula guru, sebagai seorang manusia secara alamiah mempunyai aliran roh kebenaran yang mampu diwujudkan dalam situasi ketulusan dan keikhlasan. Namun, tidak semua guru menyadari akan kekayaan dirinya atas roh kebenaran karena tertutup oleh kemalasan, egoisitas, berpikir pendek, jalan pintas, tidak mau susah, dan cepat puas. Secara realitas justru jumlah guru yang lupa akan roh kebenarannya lebih banyak daripada yang mempunyai kebenaran sejati. Akibat sistem pendidikan yang belum menyentuh roh kebenaran pendidikan, budaya jalan pintas masyarakat, dan tuntutan ekonomis.

Saat ini, guru berprestasi hanya diukur melalui kuantitas portofolio guru dan hasil ucapan guru ketika di depan dewan jurinya saat lomba berlangsung. Tidak pernah guru berprestasi tersebut diukur secara mendalam tentang kepemimpinan, kepribadian, ketulusan, dan keikhlasan kepada murid maupun masyarakat sekitarnya. Lihat saja, sekarang guru sudah tidak dapat digugu dan ditiru murid-muridnya apalagi oleh masyarakatnya. Guru hanyalah sebagai sebuah instrumen yang melengkapi sebuah mesin untuk memproduksi hasil berupa angka-angka. Bahkan, secara individu tidak lagi didapati jiwa guru yang penuh dengan roh kebenaran sehingga banyak guru yang tidak yakin bahwa dirinya benar-benar seorang guru.

Semua orang sebenarnya seorang guru manakala mampu mengubah generasi muda dari belum tahu menjadi tahu, dari belum mengerti menjadi mengerti, dari belum paham menjadi paham, dari belum bisa menjadi bisa, dan dari brutal menjadi jiwa yang halus. Hakikatnya guru adalah bagian dari hierarki moral. Melalui mereka atau lebih tepatnya melalui kebijaksanaan mereka, rakyat dituntun agar tetap berada di jalan yang benar. Mulder menyebutkan bahwa guru adalah orang yang memiliki wahyu untuk membagi pewahyuan, membagi kebenaran kepada murid sehingga murid tersebut mempunyai kebijaksanaan (2007:189).

Guru berprestasi bukanlah sebatas sebuah instrumen bagi sebuah perjalanan program pendidikan, namun merupakan roh kehidupan agar menajadi kehidupan yang lebih baik. Untuk mencapai guru yang benar-benar berprestasi luar dalam perlu waktu dan perubahan budaya serta paradigma berpikir dari semua elemen masyarakat. Memang tampaknya sangat susah mewujudkan guru berprestasi yang berdasarkan roh kebenaran, tetapi kalau didekati dengan kebenaran dari berbagai pihak akan menjadi sebuah gambaran nyata.

Berlanjut ke Bagian Tiga......



Saturday, April 21, 2012

Ponpes Attaqwa: Belajar kepada yang lebih 'Tua', kenapa tidak?

KH Abdullah Syukri Zarkasyi; Bekali Santri dengan Jiwa Perjuangan
Sebuah semangat yang perlu dicontoh dan diteladani disaat perkembangan dan kualitas dunia pesantren mengalami penurunan di banding beberapa tahun yang lalu. Kini pesantren kalah pamor dan kurang memberi 'solutif' bagi wali murid yang mengharapkan anaknya menjadi orang yang sukses, tetapi tidak demikian bagi Pondok Pesantren Gontor. 

Bagi alumni Gontor, bukan hanya sukses dalam finansial, tetapi lebih dari itu, para alumninya sukses menjadi kader yang bisa bergerak dan menggerakkan, bisa hidup dan menghidupi, serta bisa berjuang dan memperjuangkan. Di mana pun mereka berada, mereka membawa kemaslahatan ummat. Demikian visi yang ditanamkan Gontor dalam mendidik santrinya yang disampaikan oleh K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi.

Kiri-kanan : KH. Moh. Amin Noer (Putranya), Almaghfurlah KH.Noer Alie
Apa yang menjadi visi dan Misi Pondok Modern Gontor Darussalam, Ponorogo Jatim, tidak jauh berbeda apa yang menjadi harapan dan cita-cita Almaghfurlah KH. Noer Alie (Pendiri Ponpes Attaqwa Bekasi) sejak awal pendirian Pesantren maupun saat estafeta kepemimpinnya dititahkan  kepada putra pertamanya KH. Moh. Amin Noer, agar alumni Pondok Pesantren Attaqwa diarahkan bukan hanya sekadar mandiri secara pribadi, melainkan memandirikan lembaganya dan orang lain yang tertuang dalam visi Ponpes Attaqwa: Bener, Pinter, Trampil dan Disiplin dengan tujuan  mencetak kader-kader umat di daerahnya masing-masing. 

Namun Attaqwa saat ini masih jauh dari harapan dan cita-cita Almaghfurlah KH. Noer Alie. Walaupun visi Attaqwa sebetulnya jauh lebih ke depan dibanding Gontor, dimana Pesantren Attaqwa khusus putri yang semula diberi nama al-Baqiyatussolihat (sekarang Pesantren Attaqwa Putri) sudah ada sejak tahun1965, sedangkan Gontor khusus putri baru dibangun tahun 1991 yang lalu. Perbedaan yang mencolok Gontor khusus pesantren putrinya memiliki jauh lebih besar (diluar Jawa) sementara Ponpes  Attaqwa baru hanya memiliki 1 Pondok khusus Putri.

Dengan latar belakang itulah marilah kita bangun kembali ghiroh untuk kembali meluruskan 'khittah' visi dan misi Pondok Pesantren Attaqwa yang telah diamanahkan Almaghfurlah KH. Noer Alie kepada generasi penerusnya, murid-muridnya, serta guru-guru, khususnya kepada pengelola Yayasan Attaqwa agar lebih baik lagi. 

Kenapa tidak? Marilah kita berkaca sejenak dan belajar kembali kepada sang maha guru Pondok Modern Gontor  seperti apa yang telah dilakukan oleh generasi penerusnya, KH. Abdullah Syukri Zarkasyi. Berikut adalah aktifitas sehari-hari beliau kepada anak didiknya yang saya kutip dari  media online Republika.co.id.

Ada kegiatan yang kerap dilakukan KH Abdullah Syukri Zarkasyi. Di sela-sela kesibukan memimpin Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, ia hampir rutin mengunjungi masjid dan langgar (mushala) binaan yang berada di desa-desa sekitar pesantren. Rutinitas itu dilakukan usai joging pada pagi hari dengan menyusuri persawahan di lingkungan Desa Gontor.

Berkeliling dari desa ke desa, mengamati dari dekat perkembangan tempat binaan tadi. Jumlah masjid serta langgar binaan kini telah mencapai ratusan. Sebagian lantas mendirikan lembaga pendidikan agama, semisal TPA, TK, MTs, atau MA bagi warga sekitar.

Kiai Syukri dengan tanpa kenal lelah mencarikan pendanaan bagi upaya pembangunan serta pengembangan tempat-tempat ibadah binaan tersebut. Berkat jaring an internasional yang luas, bantuan datang dari berbagai negara Islam. Pemberdayaan dan pembinaan masyarakat menjadi perhatian penting Kiai Syukri Zarkasyi.

Baginya, tak cukup hanya di pesantren semua aspek terpenuhi, tetapi ling kungan sekitar juga harus baik. Dan yang dilakukan tokoh kelahiran Ponorogo, 19 September 1942, dengan membina warga sekitar, adalah wujud nyata semangat tadi.

Dijelaskan Kiai Syukri, para santri nantinya akan kembali ke masyarakat sehingga selama di pondok mereka dibekali dengan ilmu, keterampilan, dan karakter kuat. Dengan demikian, mereka mampu berkiprah di mana pun berada. Inilah pendidikan kemandirian.

Para santri mendapat pendidikan, pengajaran, dan pelatihan agar terbangun jiwa mandiri. Mereka diarah kan bukan hanya sekadar mandiri secara pribadi, melainkan memandirikan lembaganya dan orang lain. Itu sesuai dengan visi Pondok Gontor, yakni mencetak kader-kader umat.

Santri senantiasa dilatih, diberi penugasan, dan didi siplinkan. Mereka mengelola unit usaha sendiri di lingkungan pesantren. Guru dan santri kemudian menjaga toko, mengurus sawah, mengelola penggilingan padi, atau pun mengelola pabrik roti.

Terdapat sekitar 32 unit usaha yang ditangani santri dan guru. Hasilnya, hampir Rp 10 miliar per tahun. “Dengan sistem kemandirian dalam bidang ekonomi ini, Pondok Gontor bisa membia yai segala keperluan kependidikan dan kesejahteraan tenaga pengajar dan karyawan, bahkan membantu ekonomi warga sekitar,’’ katanya.

Kiai Syukri berpendapat, pesantren harus menjadi lapangan perjuangan dan hendaknya dilaksanakan dengan kesungguhan. Karena itu, aspek pendidikan serta pelatihan-pelatihan tadi sangat bermanfaat dalam membentuk watak. Dengan bekal tersebut, para alumnus Gontor sanggup berjuang di mana saja.

“Itulah orang besar. Orang besar menurut Gontor adalah yang bersedia mengabdi dan berjuang di masyarakat dengan segala keikhlasannya meski di kampung kecil atau langgar terpencil,’’ tegas dia.

Mereka mengejawantahkan visinya sebagai kader umat. Kader yang bisa bergerak dan menggerakkan, bisa hidup dan menghidupi, serta bisa berjuang dan memperjuangkan. Di mana pun berada, mereka membawa kemaslahatan.

Kini, di berbagai daerah, para alumnus mendirikan BMT, sekolah, ataupun pesantren. Ada pula yang membina masjid dan mushala. Satu hal yang membanggakan. Dari semangat dan keikhlasan para alumnus, telah berdiri sebanyak 211 pondok pesantren.

Lebih jauh, putra pertama salah seorang tokoh pendiri Pondok Modern Gontor, KH Imam Zarkasyi, ini mengharapkan, para alumnus memberikan sumbangsih terbaik bagi masyarakat. Mereka bisa menularkan jiwa kemandirian, keikhlasan, maupun perjuangan, seperti diajarkan di Gontor. Dengan demikian, terwujud sebuah perubahan di tengah umat dan bangsa menuju ke arah lebih baik.

Seiring dengan itu, kepercayaan masyarakat kepada Pondok Modern Gontor semakin besar. Daya tampung di Pondok Gontor 1 yang `hanya' sekitar 4.500 santri tak mencukupi. Karena itu, pada 90-an, Pondok Modern Gontor dikembangkan dengan membuka cabang-cabang baru, semisal Gontor 2, 3, 4, dan seterusnya.

“Pondok Gontor kini sudah ada di sejumlah daerah, harapan kita bisa membangun sebanyak 30 cabang,'' papar Kiai Syukri. Kemudian, ada keinginan sebagian masyarakat untuk memondokkan putrinya. Sesuai pesan pendiri Gontor, jarak putri harus 100 kilometer.

Karena itulah, pondok putri dibangun di Mantingan, Ngawi, pada 1991. Secara keseluruhan, saat ini telah berdiri sekitar 19 cabang Pondok Gontor. Di antaranya terdapat di Aceh, Sulawesi, Lampung, Poso, Kampar, Kediri, Tanjung Jabung, Magelang, dan dengan jumlah santri 22 ribu orang.

Kiai yang sejak muda aktif dalam berbagai organisasi ini sekarang banyak terlibat dalam berbagai lembaga, baik di pemerintahan maupun tidak. Ia tercatat pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Ciputat, pengurus Himpunan Pemuda Pelajar Islam (HPPI) Kairo, pengurus Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Den Haag, Belanda, serta Ketua MUI Ponorogo.

Adapun jabatan yang masih dipegang, antara lain ketua umum Majelis Pertimbangan Pendidikan dan Pengajaran Agama (MP3A) Kementerian Agama, ketua Badan Silaturahim Pondok Pesantren (BSPP) Jawa Timur, ketua MUI Pusat, dan anggota ahli Majlis Tanfidh Rabitah al-Jami'ah al-Islamiyyah al-Alamiyyah, Kaherah, Mesir.

Tak hanya itu, Kiai Syukri banyak mengadakan kunjungan ke berbagai negara untuk keperluan seminar, kunjungan budaya, ataupun studi perbandingan. Dia juga gencar menjalin kerja sama dengan lembaga pendidikan mancanegara, seperti Universitas Al Azhar Kairo, International Islamic University Malaysia, ataupun Al Ahqaf University Yaman.

Bagi dia, segala tugas dan tanggung jawab yang dilaksanakan selama ini adalah demi memberikan ushwatun hasanah.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...